Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 12 Mei 2013

Tugas Feature



-->
-->

Rikza dalam Kenangan Ekraknya



--> -->
Kalau kita berbicara tentang siapa Dosen yang mahir dalam bidang ke-Jurnalistikan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, pasti tidak asing dengan sosok yang satu ini, dia adalah Muhammad Rikza Chamami, selain mengajar sebagai Dosen Pendidikan Jurnalistik, beliau juga menjabat sebagai Sekretaris Laboratorium Pendidikan Fakultas Tarbiyah. Usut punya usut, diketahui, Dosen berparas ganteng ini berasal dari Kota Kretek yakni Kudus. Rikza kecil dulunya berasal dari keluarga miskin yang berada di perkampungan pabrik sandal tepatnya di Desa Krandon Kecamatan Kota Kabupaten Kudus.
-->
Nama Aslinya yaitu Muhammad Rikza, yang lahir pada kamis kliwon, 20 Maret 1980. Pria yang kesehariannya hobi berpeci ini dulunya hidup dalam masyarakat yang masih berpegang teguh pada tradisi leluhur. Dosen gaul begitu sapaannya, diketahui berweton sama dengan sang ibu.  Dan menurut adat istiadat setempat bahwa yang berweton sama dengan orang tuanya harus dibuang, hal ini dimaksudkan agar menghindari terjadi pertengkaran antara kedua belah pihak. Alhasil, Rikza malang pun harus menerima nasibnya, dia dibuang dan diletakkan dalam “ekrak” (sejenis tempat sampah yang digunakan oarng zaman dulu yang berbentuk seperti serok). Dan di temukan oleh neneknya yaitu Nyonya Saudah. 

Hak asuh pun secra tradisi menjadi milik nenek Saudah. Akan tetapi, Rikza kecil masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Dosen imut ini juga menambahkan bahwa semasa kecil, dia manut menjalankan tradisi yang ada di desa Krandon tersebut, desa yang memang terletak tidak jauh dati makam walisongo yaitu Syekh Ja’far Shodiq dan menara kudus, seperti mengaji, berziarah ke makam dan juga sowan maring kyai. Karena didukung oleh lingkugan yang agamis pula, beliau dari dulu sudah cinta akan ilmu pengetahuan. Di sela- sela keseharian beliau sebagai anak kecil yang patuh adakalanya naluri ingin bermain dan berkumpul bersama teman- teman pun muncul, beliau gemar dolanan ( bahasa Indonesia : bermain) misalnya, biak shodor, benthik dan setinan.
 
Begitu sederhana dan lugu, rikza waktu kecil dulu, hal yang tidak bisa dilupakan oleh beliau adalah saat orang tuanya mendidik dengan model tirakat (prihatin), tidak boleh bermewah- mewahan, tepo sliro (bermakna menenggang perasaan orang lain)   dan terimo ing pandum (menerima apa yang telah diberikan Tuhan). Ini juga dibuktikan beliau dalam kehidupannya hingga kini. Rikza yang patuh juga menunjukkan baktinya kepada kedua orang tuanya dengan membantu membuat sandal, karena Ibu dan bapak nya berprofesi sebagai pembuat sandal imitasi yang diedarkan ke Pasar Kliwon Kudus, Pasar Bitingan (sekarang dekat Mal Matahari Kudus) juga sampai Pasar Godong Grobogan dan Mranggen Demak.
Dari sinilah terbentuk kepribadian Muhammad Rikza, sosok yang pintar dan berkemauan keras dan tidak pantang menyerah dan selalu optimis. Pria yang genap berumur 33 tahun ini juga menambahkan bahwa “miskin boleh- boleh saja, akan tetapi, sukses menjadi suatu keharusan. Kemiskinan tidak boleh menjadi penghalang untuk menjadi sukses”, ungkapnya penuh senyuman.


-->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar