LI’AN, ILA’, ZHIHAR, TALAK dan Solusi
Problematika Keluarga
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh Munakahah
Dosen Pengampu: Drs.H.Amin
Farih
Di susun oleh:
Khafidhoh Luthfiana 103111119
Lailatul Hidayah 103111120
Lathifatus Syifa 103111121
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
LI’AN, ILA’, ZHIHAR, TALAK dan Solusi Problematika
Keluarga
I.
PENDAHULUAN
Keluarga
adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar
terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota
keluarga. Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu
kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak
dan ibu-anak. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam
hubungan timbal balik antar semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar
pribadi yang terjadi dalam keluarga ini ternyata berpengaruh terhadap keadaan
bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang atau
beberapa anggota keluarga lainnya.
Pernikahan
merupakan suatu akad yang menjadikan Hukum yang asalnya haram menjadi halal,
yaitu kebolehannya bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita
dan saling tolong menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak dan
kewajiban di antara keduanya. Selama dalam ikatan pernikahan antara suami dan
isteri banyak hukum yang menghalangi
suami untuk tidak menggauli isterinya, bahkan akan terjadi talaq seperti dalam ílla (Sumpah), Dzihar, dan Li’an. Semua
itu merupakan penghalang bagi suami untuk menggauli isterinya tersebut.
Untuk
lebih jelasnya masalah ílla (Sumpah), Dzihar, dan Li’an akan
dipaparkan dalam makalah ini, dan juga akan dijelaskan tentang solusi
problematika rumah tangga.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apakah
pengertian dan Dasar Hukum Li’an, Ila’,
Zhihar dan Talak?
B.
Bagaimanakah
solusi problematika yang terjadi dalam keluarga?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Dasar Hukum Li’an, Ila’, Zhihar dan Talak
1.
Li’an
Li’an adalah
mashdar dari kata kerja la’ana, yulaa’inu, li’aanan terambil dari kata alla’nu
yang berarti kutukan, jauh atau laknat. Suami istri yang saling berli’an akan
berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan diharamkan berkumpul sebagai suami
istri untuk selama-lamanya. Li’an mengakibatkan perceraian antara suami istri
selama-lamanya. Li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau
mengingkari anak dalam kandungan istrinya sebagai anaknya, sedangkan istrinya
menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut.
Menurut Kitabالفقه الاسلامي وأدلّته :
اللعان لغة : مصدر لاعا كقا تل ، من اللعن : وهو الطرد والاء بعاد من رحمة
الله تعالى ، وسمي به ما يحصل بين الزّوجين لآنّ كل واحد من الزّوجين يلعن نفسه فى
الخامسة .
Tata cara li’an
adalah sebagai berikut:
1) Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan
atau pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata laknat
Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta.
2) Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut
dengan sumpah empat kali dengan kata tuduhan dan atau pengingkaran tersebut
tidak benar, diikuti dengan sumpah yang kelima dengan kata-kata murka Allah natas
dirinya bila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar. Sumpahnya adalah :
“Aku bersaksi dengan nama Allah bahwa tuduhanku terhadap istriku bahwa dia
berzina adalah benar dan sesungguhnya anak ini yang dikandungnya adalah hasil
perzinaan, bukan dari saya. ”Sumpah ini dilakukan empat kali dan sesudah itu
hakim memberi nasehat kepadanya, kalau sekiranya sumpah yang telah diucapkannya
itu dusta hendaklah dicabut kembali. Apabila dia tidak mencabut sumpahnya maka
sumpah yang kelima adalah: “..............dan saya bersedia menerima laknat
Allah apabila aku berbohong dalam sumpahku.”[1]
Dasar hukum
li’an
Dasar hukum pengaturan li’an bagi suami yang menuduh istrinya yang berbuat zina
adalah firman Allah surat An-Nur : 6 sebagai berikut : yang Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh istrinya berzina, padahal mereka tidak ada mempunyai saksi selain diri mereka sendiri,
maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar”.
اَيُّمَا
إِمْرَأَةٍ اَدْ خَلَتْ عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ فَلَيْسَتْ مِنَ الله
فِى شَيْئٍ ، وَلَنْ يَدْخُلُهَا اللهُ الْجَنَّةَ وَاَيُّمَا رَجُلٍ جَحَدَ
وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ اِلَيْهِ اِحْتَجَبَ اللهُ مِنْهُ وَفَضَحَهُ عَلَى
رُؤُوْسِ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاَخِرِيْنَ .
Artinya : “ Siapapun perempuan yang memasukkan
laki-laki bukan muhrimnya, maka Allah tidak akan menjaganya sama sekali, dan
Allah tidak akan memasukannya ke surga, dan siapapun laki-laki yang menyangkal
anaknya, padahal ia melihatnya, maka Allah akan menjauhkan daripadanya dan
menjelekkannya di mata orang-orang dahulu kemudian.”(H.R. Abu Daud, Nasa’i dan
Ibnu Majah).
Allah telah
mensyariatkan had (hukuman yang telah ditentukan) bagi orang yang
menuduh perempuan yang muhshanah (beristri) berzina, tetapi orang
tersebut tidak dapat memperkuat tuduhannya itu dengan empat saksi. Had tersebut
dimaksudkan untuk menghukumnya, akibat perbuatannya yang telah mencoreng
kehormatan para perempuan yang suci. Oleh Karena itu,
orang-orang yang menuduh berzina itu harus didera dengan delapan puluh kali
deraan.
Kafarah Li’an :
Sesuai dengan firman Allah SWT:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBöt ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù't Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ wur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang
fasik.”(An-Nur : 4).[2]
Sighat
Li’an :
-
Ucapan suami
اي الزوج
(قوله اربعا) من المرات, (اشهد باالله انٌي لمن الصادقين فيما رميت به هذه من
الزنى) اي زوجته (وخامسة) من كلمات لعانه (انٌ لعنة الله عليٌ ان كنت من الكاذبين
فيه)
-
Ucapan istri
ولا تحتاج
المرأة إلى إعادة لعانها, (ولعانها قولها بعده) أربعا (اشهد با الله انه لمن
الكاذبين فيما رماني به من الزني , وخامسة) من كلمات لعا نها (انٌ غضب الله عليٌ
ان كان ن الصادقين فيه)[3]
Dampak-dampak yang
ditimbulkan oleh li’an diantaranya :
1. Hukuman jatuh pada
keduanya (suami dan istri).
2. Masing-masing suami dan istri haram untuk
bersenang-senang dengan pasangannya disebabkan karena li’an, bahkan sebelum
adanya tafriq (pemisahan) qadi terhadap keduanya.
3. Terjadi firqah (perceraian) antara keduanya sesuai dengan
kesepakatan fuqaha.
4. Apabila li’an dikibatkan karen atidak mengakui status
anak maka garis keturunan sang anak tidak dapat dihubungkan dengan sang suami,
tapi dihubungkan dengan ibunya.[4]
2.
Ila’
Menurut bahasa, Ila’
adalah sumpah semata-mata (mutlak). Dikatakan, ala-yuli-ila’ ketika
seseorang bersumpah, baik bersumpah untuk tidak mendekati istrinya ataupun yang
lain. Sedangkan menurut istilah syariat, ila’ adalah sumpah suami untuk
tidak mendekati istrinya selama empat bulan, baik berupa sumpah kepada Allah
ataupun mengantungkan adanya tindakan mendekati si istri pada perbuatan yang
sulit dilaksanakan oleh jiwa manusia.
Menurut Kitab حَاشِيَةُ البُجَيْرمي على شرح منهج الطلاب الجزء الرّابع :
الايلاء هو حلف زوج على
الامتناع من وط ء زوجته مطلقا ، أو أكثر من أربعة أشهر
Dasar Hukum Ila’ :
Allah SWT berfirman :
tûïÏ%©#Ïj9 tbqä9÷sã `ÏB öNÎgͬ!$|¡ÎpS ßÈ/ts? Ïpyèt/ör& 9åkôr& ( bÎ*sù râä!$sù ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇËËÏÈ ÷bÎ)ur (#qãBttã t,»n=©Ü9$# ¨bÎ*sù ©!$# ììÏÿx ÒOÎ=tæ ÇËËÐÈ
Artinya ; “Kepada orang-orang yang mengila’
istrinya diberi tangguh bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jikalau mereka berazam (bertetap hati untuk)
talak, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Tahu.” (Q.S.Al-Baqarah
: 226-227).[5]
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ أَيُّمَا رَجُلٍ آلَى مِنْ امْرَأَتِهِ
فَإِنَّهُ إِذَا مَضَتْ الْأَرْبَعَةُ الْأَشْهُرِ وُقِفَ حَتَّى يُطَلِّقَ أَوْ
يَفِيءَ وَلَا يَقَعُ عَلَيْهِ طَلَاقٌ إِذَا مَضَتْ الْأَرْبَعَةُ الْأَشْهُرِ
حَتَّى يُوقَفَ
“Dan diceritakan pada saya dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar,
sesunguhnya dia berkata bahwa ada seorang laki-laki yg bersumpah
untuk tak menyetubuhi isterinya, jika hal itu telah melampaui batas empat
bulan. Maka ia diminta ketegasan dari perkataannyaa; menceraikannya atau
ataukah tidak. Dan belum terjadi talak sampai laki-laki tersebut mempertegas
perkataannya walaupun telah melewati batas empat bulan.”
Apabila batas
waktu 4 bulan telah berlaku dan suami tidak kembali kepada istrinya maka
terjadilah perceraian antara suami istri tersebut. Proses perceraian tersebut
dapat melalui talak atau istrinya mengadukan permasalahannya kepada hakim di
pengadilan dan hakim menetapkan perceraian itu.[6]
Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan bahwa rukun ila’ ada
6, yaitu:
1.
Mafluh bihi, yaitu bersumpah dengan Allah.
2.
Mafluh
alaih, yaitu bersumpah tidak akan
menyentuh istri.
3.
Sighat, yaitu seseorang yang bersumpah dengan sighat
(ucapan).
والفاظ الإيلاء تكون صريحة وكناية ، فالصريح نحو : لا اقربك
، لا اجامعك ، ونحو ذالك ، والكناية : لاامساك ، لا اغساك .
Umpamanya
:
وَالله ِلَااَطِءُزَوْجَتِيْ
Artinya : “Demi Allah saya tidak akan mengumpuli
istri saya.”
Ucapan ila’ itu
terbagi menjadi dua macam : sharih (tegas) dan kinayah
(metonimia). Ucapan yang sharih
adalah ucapan yang menunjukkan kepada tujuan tanpa ada kemungkinan kepada
sesuatu yang lain. Contohnya: “Demi Allah, aku tidak akan berhubungan badan
denganmu”. Ucapan kinayah adalah ucapan yang mengandung
makna lain. Seperti : “Aku tidak akan menyelimutimu”, “Aku tidak akan masuk kepadamu”, dan
“Aku tidak akan menyatukan kepalamu dengan kepalaku”. Contoh-contoh ucapan
seperti ini tidak dapat menjadi ila’, kecuali dengan adanya niat. Seandainya
suami mengaku, bahwa dirinya menghendaki makna selain bersetubuh maka ucapannya
itu dibenarkan dalam pengadilan.[7]
4.
Muddah (masa), yaitu masa ila’ adalah 4 bulan atau lebih.
5.
Suami.
6.
Istri.
Kafarah Ila’ :
Dalam Q.S. Al-Maidah : 89 dijelaskan bahwa kafarah
Ila’ yaitu
Artinya : “Allah tidak menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat
(melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada
mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan
yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu
adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan
jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar
kamu bersyukur (kepada-Nya).
Dari ayat di atas, kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa kaffarah yang harus dibayar untuk menebus ila’
adalah:
1.
Memberikan makan kepada sepuluh
orang miskin, atau
2.
Memberikan pakaian kepada sepuluh
orang miskin, atau
3.
Memerdekakan seorang budak,
kemudian
4.
Kemudian, apabila tidak mampu
melaksanakan salah satu dari ketiga alternatif di atas, kaffarahnya adalah
berpuasa selama tiga hari.
3.
Zhihar
Zhihar dalam bahasa arab adalah mashdar dari kata zhahara
yang berasal dari akar kata azh-zhahr, yaitu ucapan suami kepada
istrinya,“kamu bagiku seperti punggung ibuku.” Sementara dalam terminologi
fuqaha, zhihar adalah perilaku suami yang menyerupakan istrinya dengan
perempuan yang diharamkan baginya secara permanen (selamanya), atau dengan
salah satu anggota tubuh perempuan itu, yang tidak boleh diperlihatkan olehnya,
seperti punggung, perut dan paha.
Menurut kitab حاشية البجيرمي :
الظهار هو تشبيه الزوج
بزوجته في الحرمة بمحرمه
Contohnya : ucapan
suami kepada istrinya : ”Kamu bagiku seperti punggung ibuku.”atau “Seperti
perut saudaraku, bibi dari pihak ibuku, atau bibi dari pihak ayahku.”
Shigat zhihar :
أنت عليٌ كظهر أمي
Dasar hukum
zhihar
tûïÏ%©!$# tbrãÎg»sàã Nä3ZÏB `ÏiB OÎgͬ!$|¡ÎpS $¨B Æèd óOÎgÏF»yg¨Bé& ( ÷bÎ) óOßgçG»yg¨Bé& wÎ) Ï«¯»©9$# óOßgtRôs9ur 4 öNåk¨XÎ)ur tbqä9qà)us9 #\x6YãB z`ÏiB ÉAöqs)ø9$# #Yrãur 4 cÎ)ur ©!$# ;qàÿyès9 Öqàÿxî ÇËÈ
Artinya :
“Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya
sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka
tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka
sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Al-Mujadilah :2)
وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ صَخْرٍ قَالَ: (
دَخَلَ رَمَضَانُ, فَخِفْتُ أَنْ أُصِيبَ اِمْرَأَتِي, فَظَاهَرْتُ مِنْهَا,
فَانْكَشَفَ لِي مِنْهَا شَيْءٌ لَيْلَةً, فَوَقَعَتْ عَلَيْهَا, فَقَالَ لِي
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَرِّرْ رَقَبَةً قُلْتُ: مَا أَمْلِكُ
إِلَّا رَقَبَتِي. قَالَ: فَصُمْ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ, قُلْتُ: وَهَلْ
أَصَبْتُ اَلَّذِي أَصَبْتُ إِلَّا مِنْ اَلصِّيَامِ? قَالَ: أَطْعِمْ عِرْقًا
مِنْ تَمْرٍ بَيْنَ سِتِّينَ مِسْكِينًا ) أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ,
وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ
اَلْجَارُود.
Artinya
: “Dari Salamah Ibnu Shahr Radliyallaahu 'anhu berkata: Bulan Ramadlan datang
dan aku takut berkumpul dengan istriku. Maka aku mengucapkan dhihar kepadanya.
Namun tersingkaplah bagian tubuhnya di depanku pada suatu malam, lalu aku
berkumpul dengannya. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
kepadaku: "Merdekakanlah seorang budak." Aku berkata: Aku tidak
memiliki kecuali seorang budakku. Beliau bersabda: "Berpuasalah dua bulan
berturut-turut." Aku berkata: Bukankah aku terkena denda ini hanyalah karena
berpuasa?. Beliau bersabda: "Berilah makan satu faraq (3 sho' = 7 kg)
kurma kepada enam puluh orang miskin. Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali
Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu al-Jarud.
Para ulama’
sepakat mengatakan bahwa zhihar itu hukumnya haram. Oleh karena itu orang yang
melakukan zhihar berarti melakukan perbuatan yang berdosa. Seseorang yang menzhihar
istrinya akan berakibat :
1)
Haram
menyetubuhi istrinya itu sebelum ia membayar kafarat zhihar.
2)
Penzhihar wajib
membayar kafarat zhihar.[8]
Adapun
untuk menghapus kemungkaran ini dengan kafarat (penebus) berikut ini secara
berurutan : Memerdekakan budak perempuan, puasa dua bulan berturut-turut dan memberi
makan 60 orang miskin. Keduanya haram untuk bersentuhan sebelum mengeluarkan
kafarat tersebut.[9]
Kafarat
zhihar
والكفارة عتق رقبة مؤمنة سليمة من العيوب المضرة با
العمل والكسب فإن لم يستطع فإطعام ستين مسكينا كل مسكين مد ولا يحل للمظاهر وطؤها
حتى يكفر .[10]
Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa kafarah zhihar :
Artinya : “
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan, Barangsiapa yang
tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa
(wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi
orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
4.
Talak
Talak terambil dari kata Ithlaq
yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan. Menurut istilah syara’
:
حَلٌ
رَبِطَةِ الزَّوَاجِ وَاِنْهَاءُ الْعَلاَقَةِ اَلزَّوْجِيَّةِ yaitu melepas tali
perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri. Menurut Al-Jaziry talak ialah
menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan
menggunakan kata-kata tertentu.
الطلاق
هو إ نهاء الزواج و تقر ير الحقوق السا بقة من المهر و نحوه ، و يحتسب من الطلقات
الثلا ث التي يملكها الرجل على امرأته ، وهو لا يكو ن الا في العقد الصحيح."
Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga
setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya,
dan ini terjadi dalam hal talak ba’in.
Shighat Talak :
والطلاق ضربتان : صريح وكناية ، فالصّريح ثلاثة الفاظ : الطّلاق والفرار
والسّرار ولا يفتقر الى النيّة والكناية كلّ لفظ احتمل الطّلاق وغيره ويفتقر الى
النّيّة .[11]
Dasar Hukum
talak
Allah berfirman dalam Qur’an
Surat At- Thalaq ayat 1 dan 2 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ
فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ…
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ…
Artinya : Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar)
. Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan
baik atau lepaskanlah mereka dengan baik
Sebagaimana dalam sabda
nabi SAW :
عن ثو بان انٌ ر سو ل الله ص.م قا ل : ا يٌما امر أة سأ لت ز وجها
طلا قا من غير بآس فحرا م عليها را ئحة الجنٌة
(رواه اصحاب السنن و حسنه التر مىذي )
Artinya : Dari
tsauban, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Siapapun
perempuan yang minta talak kepada
suaminya tanpa suatu sebab, maka haram baginya bau surga”. (H. R. ash- habus-
sunan dan dihasankan oleh Tirmidzi)
Macam-macam Talak
1.
Ditinjau
dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, maka talak dibagi menjadi 3 macam
yaitu :
a.
Talak
Sunni yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah
SAW yaitu talak yang dilakukan ketika istri dalam keadaan suci dan belum
disetubuhi dan kemudian dibiarkan sampai selesai menjalankan iddahnya. Secara
jelas jika suami menceraikan istrinya dalam keadaan suci yang belum dicampuri,
maka dengan demikian ia telah sejalan dengan sunnah karena ia menceraikan
istrinya yang langsung dapat menjalankan ‘iddahnya seperti yang diperintahkan
Allah dalam Q.S.Ath-Thalaq :1 yang artinya ”Hai Nabi, apabila kamu
menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka
dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah Tuhanmu”. [12]
b.
Talak
Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan
tuntutan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni, yang termasuk talak
Bid’i ialah :
1) Mentalak tiga kali dengan sekali ucap atau mentalak tiga kali
secara terpisah-pisah dalam satu tempat atau satu waktu.
2) Talak yang
dijatuhkan terhadap istri pada waktu
haid, baik di permulaan haid maupun di pertengahannya.
3) Talak
yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi tidak pernah digauli
oleh suaminya.
2.
Ditinjau
dari ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri,
talak dibagi 2 yaitu :
a.
Talak
Raj’i yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali
istrinya setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal tertentu dan istri
benar-benar sudah digauli. Suami boleh merujuk istrinya kembali yang telah
ditalak sekali atau dua kali selama mantan istrinya itu masih dalam masa iddah,
dalam kondisi ini, suami berhak merujuknya lagi baik istri setuju atau tidak.
Jelasnya talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istri sebagai
talak satu atau talak dua, apabila istri berstatus iddah talak raj’i, suami
boleh rujuk kepada istrinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa persaksian dan
tanpa mahar baru pula.
b. Talak
Ba’in yaitu talak yang memisahkan sama sekali hubungan suami istri. Talak ba’in
terbagi menjadi 2 yaitu :
1)
Talak
Ba’in Sughro yaitu talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya
tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru kepada istri bekas suaminya itu. Yang
termasuk talak Bai’in Sughro adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istri
sebelum terjadi dukhul (bersetubuh) dan khulu’.
2)
Talak
Ba’in Kubro yaitu talak yang mengakibatkan hilangnya hak rujuk kepada bekas
istri, walaupun kedua bekas suami istri itu ingin melakukannya baik di waktu
iddah atau sesudahnya. Sebagian ulama
berpendapat bahwa yang termasuk talak Ba’in Kubro adalah segala macam
perceraian yang mengandung unsur-unsur sumpah sepertiu ila, dzihar, Li’an. Dalam
Q.S.Al Baqarah : 230 dijelaskan bahwa apabila seorang suami menceraikan
istrinya dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh di kawini lagi
sebelum perempuan itu menikah dengan laki-laki lain. [13]
Menurut Kitab الطّلاق فى الشّريعة الاسلاميّة
والقانون بحث مقرن :
)۲(الطلاق با ئن نو
عان :با ئن بينو نة صغر ي ،وبا ئن بينو نة كبري ،وكل من الطلاق الرجعى، والبا ئن، بينو
نة صغري يكون بوا حدة،او اثنتين،والبا ئن بينو نة كبري لايكون الا باالثلاث،وكما بقال للطلاق الثلاث
با ئن بينو نة كبري،يقال له الطلاق البتٌ،اى القطع،لانٌ الطلاق الثلاث يقطع
الزوجية ويزيلها،ولا يمكن للزوج إرجاعها الا بعدأن تتزوج من غيره، خلافا للرجعى,
والبائن بينونة صغرى, فإن له أن يراجعها إن لم تتزوج بغيره, وفى الرجعى ينفرد
الزوج بمراجعتها, وأما البائن بينونة صغرى فيتوقف رضاها, وعقد ومهر جددين.
Hukum Talak
Talak
itu perbuatan halal yang dibenci Allah, seperti dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan Hakim :
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ.
Artinya: Kami (Abu Daud)
mendapatkan cerita dari Kasir bin Ubaid; Kasir bin Ubaid diceritakan oleh
Muhammad bin Khalid dari Muhammad bin Khalid dari Mu’arraf in Washil dari
Muharib bin Ditsar; dari Ibnu Umar dari Nabi SAW yang bersabda:”Perkara halal
yang paling dibenci Allah adalah perceraian.”
Hadits
ini menunjukkan bahwa tidak setiap perbuatan halal itu disukai tetapi ada
sesuatu yang disukai dan yang dibenci. Sedangkan islam sangat menginginkan
ketenangan hidup suami istri dan melindungi kerusakan serta meraih cinta dan
pergaulan yang baik. Allah menjadikan talak sebagi obat yang pahit rasanya.
Untuk suami istri yang telah gagal, maka talak adalah obat satu-satunya seperti
pembedahan yang harus dilakukan untuk memelihara keselamatan tubuh.[14]
Ulama
Hanabilah (penganut madzhab Hambali) memperinci hukum talak sebagai berikut :
1. Talak
Wajib, misalnya talak dari hakam perkara syiqaq
yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi dan
kedua pihak memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan
persengketaan mereka. Yang termasuk talak wajib ialah talak dari orang yang
melakukan ila terhadap istrinya
setelah lewat waktu 4 bulan.
2. Talak
Haram yaitu talak yang tidak diperlukan. Dihukumi haram karena akan merugikan
suami dan istri serta tidak ada manfaatnya.
3. Talak
Mubah terjadi hanya apabila diperlukan misalnya karena istri sangat jelek,
pergaulannya jelek atau tidak dapat diharapkan adanya kebaikan dari pihak
istri.
4. Talak
mandub atau talak sunnah yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sudah
keterlaluan dalam melanggar perintah-perintah Allah misalnya meninggalkan
sholat atau kelakuannya tidak dapat diperbaiki lagi.[15]
B. Solusi
Problematika Rumah Tangga
Ada
beberapa konflik yang menyebabkan hubungan antara suami-istri menjadi renggang,
diantaranya:
1.
Penghasilan suami lebih besar dari penghasilan istri adalah hal
yang biasa. Namun, bila yang terjadi kebalikannya, si istri yang lebih besar,
bisa-bisa timbul masalah. Suami merasa minder karena tidak dihargai
penghasilannya, sementara istri pun merasa dirinya berada di atas, sehingga
jadi sombong dan tidak hormat lagi pada pasangannya. Solusi : Walaupun
penghasilan istri lebih besar dari suami, cobalah untuk bersikap bijaksana dan
tetap menghormatinya. Hargai berapa pun penghasilannya, sekalipun secara nominal
memang sedikit.
2.
Ketidakhadiran anak di tengah-tengah keluarga juga sering
menimbulkan konflik berkepanjangan antara suami-istri. Apalagi jika suami
selalu menyalahkan isri sebagai pihak yang mandul. Padahal, butuh pembuktian
medis untuk menentukan apakah seseorang memang mandul atau tidak. Solusi :
Daripada membiarkan masalah tersebut berlarut terus-menerus, lebih baik
bicarakan dahulu, kalau bisa bersama memeriksakan kondisi diri ke dokter. Jika
dokter mengatakan bahwa kedua-duanya sehat, maka tidak usah dipersoalkan, bisa jadi kesabaran kita tengah diuji oleh
yang Maha Kuasa. Namun, bila memang sudah bertahun-tahun kehadiran si kecil belum
datang juga, maka bisa menempuh cara lain, seperti dengan adopsi anak.
3.
Kehadiran orang ketiga, misalnya adik ipar ataupun sanak famili,
dalam keluarga kadangkala juga menjadi sumber konflik dalam rumahtangga. Hal
sepele yang seharusnya tidak diributkan bisa berubah menjadi masalah besar.
Misalnya soal pemberian uang saku kepada adik ipar oleh suami yang tidak transparan.
Solusi : Keterbukaan adalah soal yang utama. Sebelum pasangan
suami istri memberikan bantuan, baik ke pihak istri ataupun suami, sebaiknya
terlebih dulu dibicarakan, berapa dana yang akan dikeluarkan, dan siapa saja
yang bisa dibantu. Dan ini harus atas dasar kesepakatan bersama. Agar jangan
saling curiga, adakan sistem silang. Artinya, untuk bantuan kepada keluarga istri,
suami-lah yang memberikan, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian, semuanya
akan transparan dan tidak ada lagi jalan belakang.
4.
Biasanya, pasangan yang sudah berikrar untuk bersatu
sehidup-semati tidak mempersoalkan masalah keyakinan yang berbeda antar mereka.
Namun, persoalan biasanya akan timbul manakala mereka mulai menjalani kehidupan
berumahtangga. Mereka baru sadar bahwa perbedaan tersebut sulit disatukan.
Masing-masing membenarkan keyakinannya dan berusaha untuk menarik pasangannya
agar mengikutinya. Meski tak selalu, hal ini seringkali terjadi pada pasangan
suami-istri yang berbeda keyakinan, sehingga keributan pun tak dapat
terhindarkan. Solusi : Kondisi di atas akan menjadi konflik yang berkepanjangan
bila masing-masing pihak tidak memiliki toleransi. Biasanya, pasangan yang
berbeda keyakinan, sebelum menikah, sepakat untuk saling menghargai keyakinan
pasangannya. Tetaplah pegang janji itu, dan cobalah untuk saling menghargai.
Kalaupun di tengah jalan sepakat untuk memilih satu keyakinan saja, sebaiknya
ini bukan karena unsur paksaan.
5.
Kehadiran mertua dalam rumahtangga seringkali menjadi sumber
konflik, karena terlalu ikut campurnya mertua dalam urusan rumahtangga anak dan
menantunya. Kesal sih kesal, namun tetap harus terkendali. Bila tidak berkenan
dengan komentar ataupun teguran dari mertua, jangan langsung mengekspresikannya
di depan mertua. Cobalah berpikir tenang, ajaklah suami bertukar pikiran untuk
mengatasi konflik yang ada dengan orangtua.
6.
Pasangan suami-istri yang sama-sama sibuk biasanya tak punya
cukup waktu untuk berkomunikasi. Kurangnya atau tak adanya waktu untuk saling
berbagi dan berkomunikasi ini seringkali menimbulkan salah pengertian. Suami
tidak tahu masalah yang dihadapi istri, demikian juga sebaliknya. Akhirnya,
ketika bertemu bukannya saling mencurahkan kasih sayang, namun malah cekcok.
Solusi : Sesibuk apapun pasangan suami istri tetapkan untuk berkomitmen bahwa
kebersamaan dengan keluarga adalah hal yang utama. Artinya, harus ada waktu
untuk keluarga. Misalnya sarapan dan makan malam bersama. Demikian juga dengan
hari libur. Usahakan untuk menikmatinya bersama keluarga. Jadi, walaupun
bekerja seharian di luar rumah, namun keluarga tidak terbengkalai. Waktu untuk
keluarga dan karier harus seimbang (harus pintar membagi waktu antara pekerjaan
dan keluarga).[16]
IV.
ANALISIS
Dalam kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan mulus.
Sesekali, pasti ada saja gelombang yang menerpa. Nah, seberapa besar masalah
yang datang, semua tergantung bagaimana Anda dan suami menyikapinya.
Persoalan dalam rumah tangga yang menjadi sumber konflik, bisa disebabkan oleh banyak hal. Bahkan, masalah yang seharusnya tidak diributkan pun bisa menjadi persoalan besar yang tak kunjung selesai. Namanya juga menyatukan dua kepribadian, pasti tak gampang. Yang penting adalah, bagaimana Anda menjadikan perbedaan itu menjadi sesuatu yang indah.
Persoalan dalam rumah tangga yang menjadi sumber konflik, bisa disebabkan oleh banyak hal. Bahkan, masalah yang seharusnya tidak diributkan pun bisa menjadi persoalan besar yang tak kunjung selesai. Namanya juga menyatukan dua kepribadian, pasti tak gampang. Yang penting adalah, bagaimana Anda menjadikan perbedaan itu menjadi sesuatu yang indah.
Suami-istri bertengkar itu soal biasa. Bahkan, kata orang tua,
pertengkaran adalah bumbunya perkawinan. Namun, tentu akan lebih baik jika
rumah tangga selalu rukun. Terus-terusan berantem, lama-lama bisa fatal juga.
Ila’, Li’an, Zhihar dan Talak merupakan masalah yang menyebabkan
suami terhalang untuk melakukan hubungan badan dengan istrinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Bugha, Musthofa Diib, Fikih Islam Lengkap, terj. D.A.
Pakihsati, (Solo : Media Dzikir, 2009)
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Muslimah Ibadah-Mua’amalat, Jakarta
: Pustaka Amani, 1994.
As-Subki, Ali Yusuf, Fiqh Keluarga, terj. Nur Khozin Jakarta : Amzah, 2010.
D:\download\Solusi 8 Masalah Keluarga Anda Majalah Wanita.mht,
Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh
Munakahat, Jakarta : Kencana, 2006.
Mathlub,
Abdul Majid Mahmud, Panduan Hukum Keluarga Sakinah,terj. Harits
Khotib, Fadly dan Ahmad, Surakarta : Era Intermedia, 2005.
Nur,
Djamaan, Fiqih Munakahat, Semarang : Dina Utama Semarang, 1993.
Nuroniyah, Wasman dan Wardah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih
dan Hukum Positif, Yogyakarta : Teras, 2011.
Sahrani,
M.A.Tihami dan Sohari, Fikih Munakahah
Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta : Rajawali Press, 2009.
حَاشِيَةُ البُجَيْرمي على شرح منهج الطلاب الجزء الرّابع ،
(لبنان : دار الفكر ، 2005)
الطّلاق
فى الشّريعة الاسلاميّة والقانون بحث مقرن ،( مصر : دار المعارف ،1967 )
[2] Abdul Majid
Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah,terj. Harits
Fadly dan Ahmad Khotib (Surakarta : Era Intermedia, 2005), hlm. 426-427
[3] hlm.109-110, حَاشِيَةُ البُجَيْرمي على شرح منهج الطلاب الجزء الرّابع ،
(لبنان : دار الفكر ، 2005)
[10] Musthofa Diib
Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap, terj. D.A. Pakihsati, (Solo : Media
Dzikir, 2009), hlm. 387
[12] Wasman dan Wardah
Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih dan Hukum
Positif, (Yogyakarta : Teras, 2011), hlm. 95-96
[13]
M.A.Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih
Munakahah Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta : Rajawali Press, 2009), hlm. 245.
[14] Ibrahim Muhammad
Al-Jamal, Fiqih Muslimah
Ibadah-Mua’amalat, (Jakarta : Pustaka Amani, 1994), hlm. 279-280.
[15] M.A.Tihami dan Sohari
Sahrani, Fikih Munakahah Kajian Fikih
Nikah Lengkap, hlm. 249-250.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar