Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 17 Mei 2013

illa',dzihar ,Li'an


LI’AN, ILA’, ZHIHAR, TALAK dan Solusi Problematika Keluarga



MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh Munakahah
Dosen Pengampu: Drs.H.Amin Farih





Di susun oleh:
Khafidhoh Luthfiana                       103111119
Lailatul Hidayah                               103111120
Lathifatus Syifa                                 103111121


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

LI’AN, ILA’, ZHIHAR, TALAK dan Solusi Problematika Keluarga
I.         PENDAHULUAN
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini ternyata berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya.
Pernikahan merupakan suatu akad yang menjadikan Hukum yang asalnya haram menjadi halal, yaitu kebolehannya bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling tolong menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban di antara keduanya. Selama dalam ikatan pernikahan antara suami dan isteri banyak hukum yang  menghalangi suami untuk tidak menggauli isterinya, bahkan akan terjadi talaq seperti dalam ílla (Sumpah), Dzihar, dan Li’an. Semua itu merupakan penghalang bagi suami untuk menggauli isterinya tersebut.
Untuk lebih jelasnya masalah ílla (Sumpah), Dzihar, dan Li’an akan dipaparkan dalam makalah ini, dan juga akan dijelaskan tentang solusi problematika rumah tangga.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apakah pengertian dan Dasar Hukum  Li’an, Ila’, Zhihar dan Talak?
B.     Bagaimanakah solusi problematika yang terjadi dalam keluarga?





III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Dasar Hukum Li’an, Ila’, Zhihar dan Talak
1.      Li’an
Li’an adalah mashdar dari kata kerja la’ana, yulaa’inu, li’aanan terambil dari kata alla’nu yang berarti kutukan, jauh atau laknat. Suami istri yang saling berli’an akan berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan diharamkan berkumpul sebagai suami istri untuk selama-lamanya. Li’an mengakibatkan perceraian antara suami istri selama-lamanya. Li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan istrinya sebagai anaknya, sedangkan istrinya menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut.
Menurut Kitabالفقه الاسلامي وأدلّته  :
اللعان لغة : مصدر لاعا كقا تل ، من اللعن : وهو الطرد والاء بعاد من رحمة الله تعالى ، وسمي به ما يحصل بين الزّوجين لآنّ كل واحد من الزّوجين يلعن نفسه فى الخامسة .
Tata cara li’an adalah sebagai berikut:
1)   Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta.
2)   Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat kali dengan kata tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar, diikuti dengan sumpah yang kelima dengan kata-kata murka Allah natas dirinya bila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar. Sumpahnya adalah : “Aku bersaksi dengan nama Allah bahwa tuduhanku terhadap istriku bahwa dia berzina adalah benar dan sesungguhnya anak ini yang dikandungnya adalah hasil perzinaan, bukan dari saya. ”Sumpah ini dilakukan empat kali dan sesudah itu hakim memberi nasehat kepadanya, kalau sekiranya sumpah yang telah diucapkannya itu dusta hendaklah dicabut kembali. Apabila dia tidak mencabut sumpahnya maka sumpah yang kelima adalah: “..............dan saya bersedia menerima laknat Allah apabila aku berbohong dalam sumpahku.”[1]
Dasar hukum li’an
Dasar hukum pengaturan li’an bagi suami yang menuduh istrinya yang berbuat zina adalah firman Allah surat An-Nur : 6 sebagai berikut : yang Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh istrinya berzina, padahal mereka tidak ada mempunyai saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar”.
اَيُّمَا إِمْرَأَةٍ اَدْ خَلَتْ عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ فَلَيْسَتْ مِنَ الله فِى شَيْئٍ ، وَلَنْ يَدْخُلُهَا اللهُ الْجَنَّةَ وَاَيُّمَا رَجُلٍ جَحَدَ وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ اِلَيْهِ اِحْتَجَبَ اللهُ مِنْهُ وَفَضَحَهُ عَلَى رُؤُوْسِ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاَخِرِيْنَ .
Artinya : “ Siapapun perempuan yang memasukkan laki-laki bukan muhrimnya, maka Allah tidak akan menjaganya sama sekali, dan Allah tidak akan memasukannya ke surga, dan siapapun laki-laki yang menyangkal anaknya, padahal ia melihatnya, maka Allah akan menjauhkan daripadanya dan menjelekkannya di mata orang-orang dahulu kemudian.”(H.R. Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Allah telah mensyariatkan had (hukuman yang telah ditentukan) bagi orang yang menuduh perempuan yang muhshanah (beristri) berzina, tetapi orang tersebut tidak dapat memperkuat tuduhannya itu dengan empat saksi. Had tersebut dimaksudkan untuk menghukumnya, akibat perbuatannya yang telah mencoreng kehormatan para perempuan yang suci. Oleh Karena itu, orang-orang yang menuduh berzina itu harus didera dengan delapan puluh kali deraan.
Kafarah Li’an :
Sesuai dengan firman Allah SWT:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky­ #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
Artinya :  Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”(An-Nur : 4).[2]
Sighat Li’an  :
-          Ucapan suami
 اي الزوج (قوله اربعا) من المرات, (اشهد باالله انٌي لمن الصادقين فيما رميت به هذه من الزنى) اي زوجته (وخامسة) من كلمات لعانه (انٌ لعنة الله عليٌ ان كنت من الكاذبين فيه)
-          Ucapan istri
ولا تحتاج المرأة إلى إعادة لعانها, (ولعانها قولها بعده) أربعا (اشهد با الله انه لمن الكاذبين فيما رماني به من الزني , وخامسة) من كلمات لعا نها (انٌ غضب الله عليٌ ان كان ن الصادقين فيه)[3]
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh li’an diantaranya :
1.    Hukuman jatuh  pada keduanya (suami dan istri).
2.    Masing-masing suami dan istri haram untuk bersenang-senang dengan pasangannya disebabkan karena li’an, bahkan sebelum adanya tafriq (pemisahan) qadi terhadap keduanya.
3.    Terjadi firqah (perceraian) antara keduanya sesuai dengan kesepakatan fuqaha.
4.    Apabila li’an dikibatkan karen atidak mengakui status anak maka garis keturunan sang anak tidak dapat dihubungkan dengan sang suami, tapi dihubungkan dengan ibunya.[4]

2.      Ila’
Menurut bahasa, Ila’ adalah sumpah semata-mata (mutlak). Dikatakan, ala-yuli-ila’ ketika seseorang bersumpah, baik bersumpah untuk tidak mendekati istrinya ataupun yang lain. Sedangkan menurut istilah syariat, ila’ adalah sumpah suami untuk tidak mendekati istrinya selama empat bulan, baik berupa sumpah kepada Allah ataupun mengantungkan adanya tindakan mendekati si istri pada perbuatan yang sulit dilaksanakan oleh jiwa manusia.
Menurut Kitab حَاشِيَةُ البُجَيْرمي على شرح منهج الطلاب الجزء الرّابع :
الايلاء هو حلف زوج على الامتناع من وط ء زوجته مطلقا ، أو أكثر من أربعة أشهر
Dasar Hukum Ila’ :
Allah SWT berfirman :
tûïÏ%©#Ïj9 tbqä9÷sム`ÏB öNÎgͬ!$|¡ÎpS ßÈš/ts? Ïpyèt/ör& 9åkô­r& ( bÎ*sù râä!$sù ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇËËÏÈ ÷bÎ)ur (#qãBttã t,»n=©Ü9$# ¨bÎ*sù ©!$# ììÏÿxœ ÒOŠÎ=tæ ÇËËÐÈ
Artinya ; “Kepada orang-orang yang mengila’ istrinya diberi tangguh  bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jikalau mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Tahu.” (Q.S.Al-Baqarah : 226-227).[5]
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ أَيُّمَا رَجُلٍ آلَى مِنْ امْرَأَتِهِ فَإِنَّهُ إِذَا مَضَتْ الْأَرْبَعَةُ الْأَشْهُرِ وُقِفَ حَتَّى يُطَلِّقَ أَوْ يَفِيءَ وَلَا يَقَعُ عَلَيْهِ طَلَاقٌ إِذَا مَضَتْ الْأَرْبَعَةُ الْأَشْهُرِ حَتَّى يُوقَفَ
Dan diceritakan pada saya dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar, sesunguhnya dia berkata bahwa ada seorang laki-laki yg bersumpah untuk tak menyetubuhi isterinya, jika hal itu telah melampaui batas empat bulan. Maka ia diminta ketegasan dari perkataannyaa; menceraikannya atau ataukah tidak. Dan belum terjadi talak sampai laki-laki tersebut mempertegas perkataannya walaupun telah melewati batas empat bulan.
Apabila batas waktu 4 bulan telah berlaku dan suami tidak kembali kepada istrinya maka terjadilah perceraian antara suami istri tersebut. Proses perceraian tersebut dapat melalui talak atau istrinya mengadukan permasalahannya kepada hakim di pengadilan dan hakim menetapkan perceraian itu.[6]
Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan bahwa rukun ila’ ada 6, yaitu:
1.    Mafluh bihi, yaitu bersumpah dengan Allah.
2.    Mafluh alaih, yaitu bersumpah tidak akan menyentuh istri.
3.    Sighat, yaitu seseorang yang bersumpah dengan sighat (ucapan).
والفاظ الإيلاء تكون صريحة وكناية ، فالصريح نحو : لا اقربك ، لا اجامعك ، ونحو ذالك ، والكناية : لاامساك ، لا اغساك .

Umpamanya :
وَالله ِلَااَطِءُزَوْجَتِيْ
               Artinya : “Demi Allah saya tidak akan mengumpuli istri saya.”
Ucapan ila’ itu terbagi menjadi dua macam : sharih (tegas) dan kinayah (metonimia). Ucapan yang sharih adalah ucapan yang menunjukkan kepada tujuan tanpa ada kemungkinan kepada sesuatu yang lain. Contohnya: “Demi Allah, aku tidak akan berhubungan badan denganmu”. Ucapan kinayah adalah ucapan yang mengandung makna lain. Seperti : “Aku tidak akan menyelimutimu”, “Aku tidak akan masuk kepadamu”, dan “Aku tidak akan menyatukan kepalamu dengan kepalaku”. Contoh-contoh ucapan seperti ini tidak dapat menjadi ila’, kecuali dengan adanya niat. Seandainya suami mengaku, bahwa dirinya menghendaki makna selain bersetubuh maka ucapannya itu dibenarkan dalam pengadilan.[7]
4.    Muddah (masa), yaitu masa ila’ adalah 4 bulan atau lebih.
5.    Suami.
6.    Istri.
Kafarah Ila’ :
Dalam Q.S. Al-Maidah : 89 dijelaskan bahwa kafarah Ila’ yaitu
ŸArtinya : “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).
Dari ayat di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kaffarah yang harus dibayar untuk menebus ila’ adalah:
1.      Memberikan makan kepada sepuluh orang miskin, atau
2.      Memberikan pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau
3.      Memerdekakan seorang budak, kemudian
4.      Kemudian, apabila tidak mampu melaksanakan salah satu dari ketiga alternatif di atas, kaffarahnya adalah berpuasa selama tiga hari.
3.      Zhihar
Zhihar dalam bahasa arab adalah mashdar dari kata zhahara yang berasal dari akar kata azh-zhahr, yaitu ucapan suami kepada istrinya,“kamu bagiku seperti punggung ibuku.” Sementara dalam terminologi fuqaha, zhihar adalah perilaku suami yang menyerupakan istrinya dengan perempuan yang diharamkan baginya secara permanen (selamanya), atau dengan salah satu anggota tubuh perempuan itu, yang tidak boleh diperlihatkan olehnya, seperti punggung, perut dan paha.
Menurut kitab حاشية البجيرمي  :
الظهار هو تشبيه الزوج بزوجته في الحرمة بمحرمه
Contohnya : ucapan suami kepada istrinya : ”Kamu bagiku seperti punggung ibuku.”atau “Seperti perut saudaraku, bibi dari pihak ibuku, atau bibi dari pihak ayahku.”

Shigat zhihar :
أنت عليٌ كظهر أمي
Dasar hukum zhihar
tûïÏ%©!$# tbrãÎg»sàムNä3ZÏB `ÏiB OÎgͬ!$|¡ÎpS $¨B  Æèd óOÎgÏF»yg¨Bé& ( ÷bÎ) óOßgçG»yg¨Bé& žwÎ) Ï«¯»©9$# óOßgtRôs9ur 4 öNåk¨XÎ)ur tbqä9qà)us9 #\x6YãB z`ÏiB ÉAöqs)ø9$# #Yrãur 4 žcÎ)ur ©!$# ;qàÿyès9 Öqàÿxî ÇËÈ
Artinya : “Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Al-Mujadilah :2)
وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ صَخْرٍ قَالَ: ( دَخَلَ رَمَضَانُ, فَخِفْتُ أَنْ أُصِيبَ اِمْرَأَتِي, فَظَاهَرْتُ مِنْهَا, فَانْكَشَفَ لِي مِنْهَا شَيْءٌ لَيْلَةً, فَوَقَعَتْ عَلَيْهَا, فَقَالَ لِي رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَرِّرْ رَقَبَةً قُلْتُ: مَا أَمْلِكُ إِلَّا رَقَبَتِي. قَالَ: فَصُمْ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ, قُلْتُ: وَهَلْ أَصَبْتُ اَلَّذِي أَصَبْتُ إِلَّا مِنْ اَلصِّيَامِ? قَالَ: أَطْعِمْ عِرْقًا مِنْ تَمْرٍ بَيْنَ سِتِّينَ مِسْكِينًا )  أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ اَلْجَارُود.
Artinya : “Dari Salamah Ibnu Shahr Radliyallaahu 'anhu berkata: Bulan Ramadlan datang dan aku takut berkumpul dengan istriku. Maka aku mengucapkan dhihar kepadanya. Namun tersingkaplah bagian tubuhnya di depanku pada suatu malam, lalu aku berkumpul dengannya. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepadaku: "Merdekakanlah seorang budak." Aku berkata: Aku tidak memiliki kecuali seorang budakku. Beliau bersabda: "Berpuasalah dua bulan berturut-turut." Aku berkata: Bukankah aku terkena denda ini hanyalah karena berpuasa?. Beliau bersabda: "Berilah makan satu faraq (3 sho' = 7 kg) kurma kepada enam puluh orang miskin. Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu al-Jarud.
Para ulama’ sepakat mengatakan bahwa zhihar itu hukumnya haram. Oleh karena itu orang yang melakukan zhihar berarti melakukan perbuatan yang berdosa. Seseorang yang menzhihar istrinya akan berakibat :
1)   Haram menyetubuhi istrinya itu sebelum ia membayar kafarat zhihar.
2)   Penzhihar wajib membayar kafarat zhihar.[8]
Adapun untuk menghapus kemungkaran ini dengan kafarat (penebus) berikut ini secara berurutan : Memerdekakan budak perempuan, puasa dua bulan berturut-turut dan memberi makan 60 orang miskin. Keduanya haram untuk bersentuhan sebelum mengeluarkan kafarat tersebut.[9]

Kafarat zhihar
والكفارة عتق رقبة مؤمنة سليمة من العيوب المضرة با العمل والكسب فإن لم يستطع فإطعام ستين مسكينا كل مسكين مد ولا يحل للمظاهر وطؤها حتى يكفر .[10]

                        Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa kafarah zhihar  :
     Artinya : “ Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan, Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.

4.      Talak
Talak terambil dari kata Ithlaq yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan. Menurut istilah syara’ :
حَلٌ رَبِطَةِ الزَّوَاجِ وَاِنْهَاءُ الْعَلاَقَةِ اَلزَّوْجِيَّةِ  yaitu melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri. Menurut Al-Jaziry talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu.
الطلاق هو إ نهاء الزواج و تقر ير الحقوق السا بقة من المهر و نحوه ، و يحتسب من الطلقات الثلا ث التي يملكها الرجل على امرأته ، وهو لا يكو ن الا في العقد الصحيح."

Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in.
Shighat Talak :
والطلاق ضربتان : صريح وكناية ، فالصّريح ثلاثة الفاظ : الطّلاق والفرار والسّرار ولا يفتقر الى النيّة والكناية كلّ لفظ احتمل الطّلاق وغيره ويفتقر الى النّيّة .[11]
Dasar Hukum talak
Allah berfirman dalam  Qur’an Surat At- Thalaq ayat 1 dan 2 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ                             
Artinya : Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) . Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik
Sebagaimana dalam sabda nabi SAW :
 عن ثو بان انٌ ر سو ل الله ص.م قا ل : ا يٌما امر أة سأ لت ز وجها طلا قا من غير بآس فحرا م عليها را ئحة الجنٌة  (رواه اصحاب السنن و حسنه التر مىذي )
Artinya : Dari tsauban, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Siapapun perempuan  yang minta talak kepada suaminya tanpa suatu sebab, maka haram baginya bau surga”. (H. R. ash- habus- sunan dan dihasankan oleh Tirmidzi)

Macam-macam Talak
1.      Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, maka talak dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a.   Talak Sunni yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah SAW yaitu talak yang dilakukan ketika istri dalam keadaan suci dan belum disetubuhi dan kemudian dibiarkan sampai selesai menjalankan iddahnya. Secara jelas jika suami menceraikan istrinya dalam keadaan suci yang belum dicampuri, maka dengan demikian ia telah sejalan dengan sunnah karena ia menceraikan istrinya yang langsung dapat menjalankan ‘iddahnya seperti yang diperintahkan Allah dalam Q.S.Ath-Thalaq :1 yang artinya ”Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu”. [12]
b.   Talak Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntutan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni, yang termasuk talak Bid’i ialah :
1)   Mentalak tiga kali dengan sekali ucap atau mentalak tiga kali secara terpisah-pisah dalam satu tempat atau satu waktu.
2)   Talak yang dijatuhkan  terhadap istri pada waktu haid, baik di permulaan haid maupun di pertengahannya.
3)   Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi tidak pernah digauli oleh suaminya.
2.      Ditinjau dari ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, talak dibagi 2 yaitu :
a.   Talak Raj’i yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal tertentu dan istri benar-benar sudah digauli. Suami boleh merujuk istrinya kembali yang telah ditalak sekali atau dua kali selama mantan istrinya itu masih dalam masa iddah, dalam kondisi ini, suami berhak merujuknya lagi baik istri setuju atau tidak. Jelasnya talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istri sebagai talak satu atau talak dua, apabila istri berstatus iddah talak raj’i, suami boleh rujuk kepada istrinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa persaksian dan tanpa mahar baru pula.
b.   Talak Ba’in yaitu talak yang memisahkan sama sekali hubungan suami istri. Talak ba’in terbagi menjadi 2 yaitu :
1)   Talak Ba’in Sughro yaitu talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru kepada istri bekas suaminya itu. Yang termasuk talak Bai’in Sughro adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istri sebelum terjadi dukhul (bersetubuh) dan khulu’.
2)   Talak Ba’in Kubro yaitu talak yang mengakibatkan hilangnya hak rujuk kepada bekas istri, walaupun kedua bekas suami istri itu ingin melakukannya baik di waktu iddah atau sesudahnya. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang termasuk talak Ba’in Kubro adalah segala macam perceraian yang mengandung unsur-unsur sumpah sepertiu ila, dzihar, Li’an. Dalam Q.S.Al Baqarah : 230 dijelaskan bahwa apabila seorang suami menceraikan istrinya dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh di kawini lagi sebelum perempuan itu menikah dengan laki-laki lain. [13]
Menurut Kitab الطّلاق فى الشّريعة الاسلاميّة والقانون بحث مقرن :

)۲(الطلاق با ئن نو عان :با ئن بينو نة صغر ي ،وبا ئن بينو نة كبري ،وكل من الطلاق الرجعى، والبا ئن، بينو نة صغري يكون بوا حدة،او اثنتين،والبا ئن بينو نة كبري  لايكون الا باالثلاث،وكما بقال للطلاق الثلاث با ئن بينو نة كبري،يقال له الطلاق البتٌ،اى القطع،لانٌ الطلاق الثلاث يقطع الزوجية ويزيلها،ولا يمكن للزوج إرجاعها الا بعدأن تتزوج من غيره، خلافا للرجعى, والبائن بينونة صغرى, فإن له أن يراجعها إن لم تتزوج بغيره, وفى الرجعى ينفرد الزوج بمراجعتها, وأما البائن بينونة صغرى فيتوقف رضاها, وعقد ومهر جددين.
Hukum Talak
Talak itu perbuatan halal yang dibenci Allah, seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim :
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ.
Artinya: Kami (Abu Daud) mendapatkan cerita dari Kasir bin Ubaid; Kasir bin Ubaid diceritakan oleh Muhammad bin Khalid dari Muhammad bin Khalid dari Mu’arraf in Washil dari Muharib bin Ditsar; dari Ibnu Umar dari Nabi SAW yang bersabda:”Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.”

Hadits ini menunjukkan bahwa tidak setiap perbuatan halal itu disukai tetapi ada sesuatu yang disukai dan yang dibenci. Sedangkan islam sangat menginginkan ketenangan hidup suami istri dan melindungi kerusakan serta meraih cinta dan pergaulan yang baik. Allah menjadikan talak sebagi obat yang pahit rasanya. Untuk suami istri yang telah gagal, maka talak adalah obat satu-satunya seperti pembedahan yang harus dilakukan untuk memelihara keselamatan tubuh.[14]
Ulama Hanabilah (penganut madzhab Hambali) memperinci hukum talak sebagai berikut :
1.    Talak Wajib, misalnya talak dari hakam perkara syiqaq yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi dan kedua pihak memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan persengketaan mereka. Yang termasuk talak wajib ialah talak dari orang yang melakukan ila terhadap istrinya setelah lewat waktu 4 bulan.
2.    Talak Haram yaitu talak yang tidak diperlukan. Dihukumi haram karena akan merugikan suami dan istri serta tidak ada manfaatnya.
3.    Talak Mubah terjadi hanya apabila diperlukan misalnya karena istri sangat jelek, pergaulannya jelek atau tidak dapat diharapkan adanya kebaikan dari pihak istri.
4.    Talak mandub atau talak sunnah yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sudah keterlaluan dalam melanggar perintah-perintah Allah misalnya meninggalkan sholat atau kelakuannya tidak dapat diperbaiki lagi.[15] 

B.     Solusi Problematika Rumah Tangga
Ada beberapa konflik yang menyebabkan hubungan antara suami-istri menjadi renggang, diantaranya:
1.      Penghasilan suami lebih besar dari penghasilan istri adalah hal yang biasa. Namun, bila yang terjadi kebalikannya, si istri yang lebih besar, bisa-bisa timbul masalah. Suami merasa minder karena tidak dihargai penghasilannya, sementara istri pun merasa dirinya berada di atas, sehingga jadi sombong dan tidak hormat lagi pada pasangannya. Solusi : Walaupun penghasilan istri lebih besar dari suami, cobalah untuk bersikap bijaksana dan tetap menghormatinya. Hargai berapa pun penghasilannya, sekalipun secara nominal memang sedikit.
2.      Ketidakhadiran anak di tengah-tengah keluarga juga sering menimbulkan konflik berkepanjangan antara suami-istri. Apalagi jika suami selalu menyalahkan isri sebagai pihak yang mandul. Padahal, butuh pembuktian medis untuk menentukan apakah seseorang memang mandul atau tidak. Solusi : Daripada membiarkan masalah tersebut berlarut terus-menerus, lebih baik bicarakan dahulu, kalau bisa bersama memeriksakan kondisi diri ke dokter. Jika dokter mengatakan bahwa kedua-duanya sehat, maka tidak usah dipersoalkan,  bisa jadi kesabaran kita tengah diuji oleh yang Maha Kuasa. Namun, bila memang sudah bertahun-tahun kehadiran si kecil belum datang juga, maka bisa menempuh cara lain, seperti dengan adopsi anak.
3.      Kehadiran orang ketiga, misalnya adik ipar ataupun sanak famili, dalam keluarga kadangkala juga menjadi sumber konflik dalam rumahtangga. Hal sepele yang seharusnya tidak diributkan bisa berubah menjadi masalah besar. Misalnya soal pemberian uang saku kepada adik ipar oleh suami yang tidak transparan. Solusi : Keterbukaan adalah soal yang utama. Sebelum pasangan suami istri memberikan bantuan, baik ke pihak istri ataupun suami, sebaiknya terlebih dulu dibicarakan, berapa dana yang akan dikeluarkan, dan siapa saja yang bisa dibantu. Dan ini harus atas dasar kesepakatan bersama. Agar jangan saling curiga, adakan sistem silang. Artinya, untuk bantuan kepada keluarga istri, suami-lah yang memberikan, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian, semuanya akan transparan dan tidak ada lagi jalan belakang.
4.      Biasanya, pasangan yang sudah berikrar untuk bersatu sehidup-semati tidak mempersoalkan masalah keyakinan yang berbeda antar mereka. Namun, persoalan biasanya akan timbul manakala mereka mulai menjalani kehidupan berumahtangga. Mereka baru sadar bahwa perbedaan tersebut sulit disatukan. Masing-masing membenarkan keyakinannya dan berusaha untuk menarik pasangannya agar mengikutinya. Meski tak selalu, hal ini seringkali terjadi pada pasangan suami-istri yang berbeda keyakinan, sehingga keributan pun tak dapat terhindarkan. Solusi : Kondisi di atas akan menjadi konflik yang berkepanjangan bila masing-masing pihak tidak memiliki toleransi. Biasanya, pasangan yang berbeda keyakinan, sebelum menikah, sepakat untuk saling menghargai keyakinan pasangannya. Tetaplah pegang janji itu, dan cobalah untuk saling menghargai. Kalaupun di tengah jalan sepakat untuk memilih satu keyakinan saja, sebaiknya ini bukan karena unsur paksaan.
5.      Kehadiran mertua dalam rumahtangga seringkali menjadi sumber konflik, karena terlalu ikut campurnya mertua dalam urusan rumahtangga anak dan menantunya. Kesal sih kesal, namun tetap harus terkendali. Bila tidak berkenan dengan komentar ataupun teguran dari mertua, jangan langsung mengekspresikannya di depan mertua. Cobalah berpikir tenang, ajaklah suami bertukar pikiran untuk mengatasi konflik yang ada dengan orangtua.
6.      Pasangan suami-istri yang sama-sama sibuk biasanya tak punya cukup waktu untuk berkomunikasi. Kurangnya atau tak adanya waktu untuk saling berbagi dan berkomunikasi ini seringkali menimbulkan salah pengertian. Suami tidak tahu masalah yang dihadapi istri, demikian juga sebaliknya. Akhirnya, ketika bertemu bukannya saling mencurahkan kasih sayang, namun malah cekcok. Solusi : Sesibuk apapun pasangan suami istri tetapkan untuk berkomitmen bahwa kebersamaan dengan keluarga adalah hal yang utama. Artinya, harus ada waktu untuk keluarga. Misalnya sarapan dan makan malam bersama. Demikian juga dengan hari libur. Usahakan untuk menikmatinya bersama keluarga. Jadi, walaupun bekerja seharian di luar rumah, namun keluarga tidak terbengkalai. Waktu untuk keluarga dan karier harus seimbang (harus pintar membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga).[16]

IV.        ANALISIS
Dalam kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan mulus. Sesekali, pasti ada saja gelombang yang menerpa. Nah, seberapa besar masalah yang datang, semua tergantung bagaimana Anda dan suami menyikapinya.
Persoalan dalam rumah tangga yang menjadi sumber konflik, bisa disebabkan oleh banyak hal. Bahkan, masalah yang seharusnya tidak diributkan pun bisa menjadi persoalan besar yang tak kunjung selesai. Namanya juga menyatukan dua kepribadian, pasti tak gampang. Yang penting adalah, bagaimana Anda menjadikan perbedaan itu menjadi sesuatu yang indah.
Suami-istri bertengkar itu soal biasa. Bahkan, kata orang tua, pertengkaran adalah bumbunya perkawinan. Namun, tentu akan lebih baik jika rumah tangga selalu rukun. Terus-terusan berantem, lama-lama bisa fatal juga.
Ila’, Li’an, Zhihar dan Talak merupakan masalah yang menyebabkan suami terhalang untuk melakukan hubungan badan dengan istrinya.



















DAFTAR PUSTAKA

Al-Bugha, Musthofa Diib, Fikih Islam Lengkap, terj. D.A. Pakihsati, (Solo : Media Dzikir, 2009)
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Muslimah Ibadah-Mua’amalat, Jakarta : Pustaka Amani, 1994.
As-Subki, Ali Yusuf, Fiqh Keluarga, terj. Nur Khozin Jakarta : Amzah, 2010.
 D:\download\Solusi 8 Masalah Keluarga Anda  Majalah Wanita.mht,
Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta : Kencana, 2006.
Mathlub, Abdul Majid Mahmud, Panduan Hukum Keluarga Sakinah,terj. Harits Khotib, Fadly dan Ahmad, Surakarta : Era Intermedia, 2005.
Nur, Djamaan, Fiqih Munakahat, Semarang : Dina Utama Semarang, 1993.
Nuroniyah, Wasman dan Wardah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif, Yogyakarta : Teras, 2011.
Sahrani, M.A.Tihami dan Sohari, Fikih Munakahah Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta : Rajawali  Press, 2009.
حَاشِيَةُ البُجَيْرمي على شرح منهج الطلاب الجزء الرّابع ، (لبنان : دار الفكر ، 2005)
الطّلاق فى الشّريعة الاسلاميّة والقانون بحث مقرن ،( مصر : دار المعارف ،1967 )



[1] Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang : Dina Utama Semarang, 1993), hlm. 163-164
[2] Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah,terj. Harits Fadly dan Ahmad Khotib (Surakarta : Era Intermedia, 2005), hlm. 426-427
[3] hlm.109-110, حَاشِيَةُ البُجَيْرمي على شرح منهج الطلاب الجزء الرّابع ، (لبنان : دار الفكر ، 2005)
[4] Abdul Majid Mahmud Mathlub, hlm. 433-436
[5] Abdul Majid Mahmud Mathlub, hlm. 437-438
[6] Djamaan Nur, hlm. 162
[7] Abdul Majid Mahmud Mathlub, hlm. 422
[8] Djamaan Nur, hlm. 154
[9] Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, terj. Nur Khozin (Jakarta : Amzah, 2010), hlm. 363
[10] Musthofa Diib Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap, terj. D.A. Pakihsati, (Solo : Media Dzikir, 2009), hlm. 387
[11] الطّلاق فى الشّريعة الاسلاميّة والقانون بحث مقرن ،( مصر : دار المعارف ،1967 )
[12] Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif, (Yogyakarta : Teras, 2011), hlm. 95-96
[13] M.A.Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahah Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta : Rajawali  Press, 2009), hlm. 245.
[14] Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah Ibadah-Mua’amalat, (Jakarta : Pustaka Amani, 1994), hlm. 279-280.
[15] M.A.Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahah Kajian Fikih Nikah Lengkap, hlm. 249-250.
[16] D:\download\Solusi 8 Masalah Keluarga Anda  Majalah Wanita.mht,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar