HUKUM KHAMR DAN NARKOTIKA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh Jinayah
Dosen Pengampu: Ali Muchtar,
LC
Di susun oleh:
Khafidhoh Luthfiana (103111119)
Lailatul Hidayah (103111120)
Lathifatus Syifa (103111121)
Mahfudz Sadzali (103111122)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
HUKUM KHAMR DAN NARKOTIKA
I.
PENDAHULUAN
Islam memandang khamar sebagai salah satu faktor utama timbulnya gejala
kejahatan, seperti menghalangi seseorang untuk berzikir kepada Allah SWT,
menghalangi seseorang melakukan shalat yang merupakan tiang agama, menghalangi
hati dari sinar hikmah dan merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu, khamar
baik secara esensi maupun penggunaannya, diharamkan secara qath’i (yakin) dalam Alquran maupun
sunah Nabi SAW. Tetapi karena pada awal Islam khamar telah menjadi kebiasaan
atau bagian hidup masyarakat Arab, maka pelarangannya
dilakukan secara bertahap.
Khamar dan
narkotika yang memabukkan itu disebut induk kejahatan
karena orang yang mabuk akan hilang kendali kesadarannya. Oleh karena itu,
meminum khamar termasuk salah satu dosa
besar. Karena besar dosa akibat minum khamar, maka yang
mendapat laknat atau hukuman bukan saja orang yang meminum khamar, tapi juga
pihak yang terlibat dengan khamar, seperti orang yang menghidangkan, menjual,
memasok, membuat, mengusahakan dan yang menikmati hasil penjualan khamar.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apakah pengertian Khamr dan Narkotika?
B. Bagaimanakah dasar hukum Khamr dan narkotika?
C. Bagaimanakah hukuman bagi pengkonsumsi
Khamr dan Narkotika?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khamr dan Narkotika
Secara syara’ dan bahasa, khamr adalah nama untuk segala
sesuatu yang bisa menutup (diambil dari kata khamara : menutupi akal;
mencampur aduk dan merusak akal. Ada beberapa pendapat para ulama mengenai penjelasan
dan hakikat khamr, diantaranya :
1.
Pendapat pertama, Khamr adalah nama lain anggur yang tidak dimasak
(mentah), ketika mendidih dan kuat. Setelah itu buih yang ada hilang, lalu
tidak mendidih lagi dan menjadi jernih serta memabukkan.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa arti memabukkan tidak akan sempurna
melainkan dengan hilangnya buih atau
busa yang ada. Jadi, minuman tidak bisa disebut khamr tanpa proses tersebut
(menghilangnya busa).
2.
Pendapat kedua, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad menguraikan bahwa khamr
adalah juz anggur yang mentah saat mendidih dan kuat, baik buihnya hilang atau
tidak, sudah tidak mendidih lagi atau masih mendidih. Arti kata memabukkan
sudah terealisasi tanpa ada unsure membuang buih tersebut. Ukuran yang
memabukkan yang haram adalah apabila dibuat dari bahan kurma dan anggur saja.
Pendapat ini didasarkan pada dalil :
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan
rezeki yang baik.
3.
Pendapat ketiga, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Sufyan,
golongan Zhahiyah dan lainnya menyatakan bahwa segala sesuatu yang dianggap
memabukkan adalah khamr. Mereka tidak memedulikan bahan pembuatnya, maka segala
macam hal yang memabukkan disebut khamr secara nyata. [1]
Narkotika atau obat bius yang bahasa Inggrisnya disebut narcotic
adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat
membius (menurunkan kesadaran), merangsang (meningkatkan semangat
kegiatan/aktifitas), ketagihan (ketergantungan, mengikat), menimbulkan daya
berkhayal (halusinasi). Zat
ini digolongkan menjadi 2 macam :
1.
Narkotika
dalam arti sempit bersifat alami yaitu semua bahan obat opiaten, cocaine, dan
ganja.
2.
Narkotika
dalam arti luas bersifat alami dan syntetis yaitu semua bahan obat-obatan yang
berasal dari papaver Somniferum (opium/candu, morphine, heroine,dsb), eryth
Roxylon Coca (cocaine), cannabis sativa (ganja), golongan obat-obatan depressants
(obat-obat penenang), golongan obat-obatan stimulants (obat-obat
perangsang), dan golongan obat-obat hallucinogen (obat pemicu hayal).[2]
Menurut UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika, pasal 1
ayat 1 yang berbunyi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapaty menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan
kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau
yang kemudian ditetapkan dengan keputusan menteri kesehatan.
B. Bagaimana dasar hukum Khamr dan narkoba
Agama islam menempatkan penyalahgunaan
narkoba (khamr dan sejenisnya) biasanya berakibat pada seks bebas (zina) dan
pornografi sebagai sesuatu yang sudah sangat jelas dilarang. Narkoba yang
biasanya dipahami identik atau analog dengan khamr maka bagi
peminum, pengedar, pengusaha, dan penjualnya dikenai ancaman hukuman pidana.
Keharaman khamr dan saudara-saudaranya dijelaskan dalam QS. Al-Maidah : 90, yang artinya : “Hai orang-orang yangh beriman, sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib (dengan anak panah), adalah
pekerjaan yang keji dari pekerjaan syaitan, maka jauhilah, agar kamu mendapat
keberuntungan.”
Dalam lisan al-arab disebutkan :
سُمِّيَ الْخَمْرُ لِمُخَا مَرَتِهَا الْعَقْلُ
“Dinamakan khamr karena ia
membuat panas akal (otak).”
Dari kata khamr inilah segala minuman atau benda apa saja meskipun
tidak cair, selama di dalamnya ada unsur yang memabukkan (iskar) maka haram
untuk dikonsumsi. Bukan hanya ditentukan dengan analogi (qiyas) tetapi dalam
sebuah hadits riwayat ahmad dinyatakan :
كُلُّ
مَا اَسْكَرَكَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap sesuatu yang
memabukkan banyaknya maka sedikitnya adalah haram.”
Dalam hadits lain riwayat muslim dikatakan :
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan
adalah khamr, dan setiap yang memabukkan adalah haram.”
Dengan demikian, segala jenis minuman atau apa saja yang dapat
memabukkan adalah haram. Apakah itu berbentuk cair, atau padat seperti pil dan
segala macam bentuknya adalah haram. [3]
Berdasarkan kaidah syariah kulliyah, andaikata tidak ada nash dan
ijma’ mengenai masalah ini, maka kaidah umum syariah dan prinsip-prinsipnya
yang umum sudah cukup menunjukkan keharaman karena diharamkannya sesuatu dalam
Islam disandarkan pada keburukan dan dharar yang ditimbulkannya. Oleh
karena itu, apasaja yang dapat menimbulkan dharar baik kepada individu
maupun jamaah hukumnya haram, walaupun tidak ada nash khusus yang
menyebutkannya. Bahaya khamr pada diri peminumnya, baik terhadap agamanya,
badannya, akalnya, jiwanya, dan hartanya sudah tidak diragukan lagi. Demikian
juga bahaya terhadap hubungan dengan keluarganya, karena kita tahu bahwa
orang-orang yang mabuk itu tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya terhadap
istri dan anak-anaknya.[4]
C. Hukuman bagi pengkonsumsi Khamr dan Narkoba
Peminum Khamr yang dikenakan had adalah ia yang terbukti
dengan pengakuannya atau dengan kesaksian dua orang saksi yang adil. Ijma’
sahabat telah sepakat bahwa peminum khamr harus dijatuhi had dijilid. Mereka
sepakat bahwa had bagi peminum khamr adalah dijilid (dipukul atau dicambuk)
punggungnya tidak boleh kurang dari 40 jilid. Rasulullah SAW bersabda :
من شرب الخمر فا جلدوه
Artinya : Barangsiapa yang meminum khamr, maka
cambuklah ia.” (H.R.Abu Daud).
Ali bin Abi Thalib r.a berkata mengenai banyaknya jilid
dan yang diberikan kepada peminum khamr, “ Nabi SAW menjilid 40 kali, Abu Bakar
40 kali, Umar 80 kali dan semuanya adalah sunnah. Pernyataan Ali menujukkan
bahwa jilid bagi peminum khamr tidak boleh kurang dari 40 kali tetapi dapat
lebih dari 40 kali. Hukuman terhadap peminum khamr tidak dilaksanakan pada saat
cuaca dingin atau cuaca panas, tetapi ditunggu hingga cuaca sedang dan setengah
siang. Had juga tidak dikenakan pada pelaku yang sedang mabuk dan sedang sakit.
Jika ia sakit, maka ditunggu hingga sadar dan jika ia sakit maka ditunggu
hingga sembuh.[5]
Hukuman didasarkan berdasarkan salahsatu antara dua
hal :
a. Pengakuan si pelaku, bahwa dia meminum
khamr
b. Kesaksian dua orang saksi yang adil.
Untuk melaksanakan hukuman atas delik minum khamr ini
disyaratkan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut :
a. Peminum itu adalah orang yang berakal,
karena akal merupakan tatanan taklif (tuntutan Tuhan).
b. Peminum itu sudah baligh
c. Peminum itu melakukan perbuatannya dengan
kehendak sendiri.
d. Peminum itu tahu bahwa apa yang diminumnya
itu memabukkan.[6]
Pondasi perundangan Islam berdasarkan pada kaidah
menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan dan bahaya. Dan ketika sangat
penting bagi syariat yang hukum-hukumnya dibangun berdasarkan kaidah menjaga
kemaslahatan dan menolak bahaya, maka syariat ini mengharamkan segala materi
atau zat yang bisa menimbulkan bahaya atau sesuatu yang lebih buruk, baik zat
tersebut dalam bentuk diminum, beku, dimakan, bubuk, atau dihirup. Penggunaan
zat-zat narkotika adalah haram, karena mengamalkan kaidah syara’ yang termasuk
kaidah terpenting dalam perundangan Islam, dan menolak kerusakan termasuk salah
satu tujuan penting syariat untuk menjaga nyawa atau jiwa manusia. [7]
Ketentuan Pidana bagi kasus narkotika tecantum dalam UU
No.22 Tahun 1997 Bab XII pasal 78, 79, 80 yang berbunyi : Pasal 78 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a). Menanam, memelihara, mempunyai dalam
persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika Golongan I dalam
bentuk tanaman; atau b). Memiliki,
menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika
Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). Pasal 79 (1) Barang
siapa tanpa hak dan melawan hukum :a). Memiliki,
menyimpanuntuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika
Golongan II,dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda palingbanyak Rp 250.000.000,00
(dua ratuslima puluh juta rupiah); b). Memiliki,
menyimpanuntuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika
Golongan III,dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda palingbanyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 80 (1)
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a). Memproduksi, mengolah,mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau
menyediakan narkotika Golongan I,dipidana dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, atau pidanapenjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); b. Memproduksi, mengolah,mengkonversi, merakit, atau menyediakan
narkotika Golongan II, dipidana denganpidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. Memproduksi, mengolah,mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika
Golongan III, dipidana denganpidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).[8]
IV.
KESIMPULAN
Khamr adalah nama untuk segala sesuatu yang bisa menutup (diambil
dari kata khamara : menutupi akal; mencampur aduk dan merusak akal.
Sedangkan Narkotika atau obat bius yang bahasa Inggrisnya disebut narcotic adalah
semua bahan obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat membius
(menurunkan kesadaran), merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/aktifitas),
ketagihan (ketergantungan, mengikat), menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).
Agama islam menempatkan penyalahgunaan narkoba (khamr dan
sejenisnya) biasanya berakibat pada seks bebas (zina) dan pornografi sebagai
sesuatu yang sudah sangat jelas dilarang. Narkoba yang biasanya dipahami identik atau analog
dengan khamr maka bagi peminum, pengedar, pengusaha, dan
penjualnya dikenai ancaman hukuman pidana. Dengan demikian, segala jenis minuman atau apa saja yang dapat
memabukkan adalah haram. Apakah itu berbentuk cair, atau padat seperti pil dan
segala macam bentuknya adalah haram.
Peminum Khamr yang dikenakan had adalah ia yang terbukti dengan
pengakuannya atau dengan kesaksian dua orang saksi yang adil. Ijma’ sahabat
telah sepakat bahwa peminum khamr harus dijatuhi had dijilid. Mereka sepakat
bahwa had bagi peminum khamr adalah dijilid (dipukul atau dicambuk) punggungnya
tidak boleh kurang dari 40 jilid.
V.
PENUTUP
Demkianlah makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat untuk
pembaca dan pemakalah khususnya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Sehingga kami mohon kritik dan saran
dari para pembaca yang dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi
pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Faruk, Asadullah, Hukum Pidana dalam Sistem
Hukum Islam. Bogor : Gharia Indonesia, 2009.
Fauzan, Saleh bin, Fiqh Sehari-hari, Jakarta : Gema Insani Press, 2005.
Jauhar, Ahmad Al-Mursi Husain, Maqasi
syariah, Jakarta : Amzah, 2009.
Qardawy, Yusuf, fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta : Gema Insani Press, 1995.
Rofiq, Ahmad, Fiqh Kontekstual : Dari
Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2004.
Sudiro, Masruhi, Islam melawan Narkoba, Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000.
[1] Asadullah Al Faruk, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. (Bogor :
Gharia Indonesia, 2009), hlm. 59-60
[3] Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual : Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 170-171
[5] Asadullah Al Faruk, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. (Bogor :
Gharia Indonesia, 2009), hlm. 58-59
[7]
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqasi syariah, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm.
113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar