Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 17 Mei 2013

Khamr Dan Narkoba


HUKUM KHAMR DAN NARKOTIKA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh Jinayah
Dosen Pengampu: Ali Muchtar, LC


Di susun oleh:

Khafidhoh Luthfiana           (103111119)
Lailatul Hidayah                   (103111120)
Lathifatus Syifa                     (103111121)
Mahfudz Sadzali                   (103111122)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
HUKUM KHAMR DAN NARKOTIKA

I.              PENDAHULUAN
Islam memandang khamar sebagai salah satu faktor utama timbulnya gejala kejahatan, seperti menghalangi seseorang untuk berzikir kepada Allah SWT, menghalangi seseorang melakukan shalat yang merupakan tiang agama, menghalangi hati dari sinar hikmah dan merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu, khamar baik secara esensi maupun penggunaannya, diharamkan secara qath’i (yakin) dalam Alquran maupun sunah Nabi SAW. Tetapi karena pada awal Islam khamar telah menjadi kebiasaan atau bagian hidup masyarakat Arab, maka pelarangannya dilakukan secara bertahap.
Khamar dan narkotika yang memabukkan itu disebut induk kejahatan karena orang yang mabuk akan hilang kendali kesadarannya. Oleh karena itu, meminum khamar termasuk salah satu dosa besar. Karena besar dosa akibat minum khamar, maka yang mendapat laknat atau hukuman bukan saja orang yang meminum khamar, tapi juga pihak yang terlibat dengan khamar, seperti orang yang menghidangkan, menjual, memasok, membuat, mengusahakan dan yang menikmati hasil penjualan khamar.

II.           RUMUSAN MASALAH
A.      Apakah pengertian Khamr dan Narkotika?
B.       Bagaimanakah dasar hukum Khamr dan narkotika?
C.       Bagaimanakah hukuman bagi pengkonsumsi Khamr dan Narkotika?

III.        PEMBAHASAN
A.      Pengertian Khamr dan Narkotika
Secara syara’ dan bahasa, khamr adalah nama untuk segala sesuatu yang bisa menutup (diambil dari kata khamara : menutupi akal; mencampur aduk dan merusak akal. Ada beberapa pendapat para ulama mengenai penjelasan dan hakikat khamr, diantaranya :
1.         Pendapat pertama, Khamr adalah nama lain anggur yang tidak dimasak (mentah), ketika mendidih dan kuat. Setelah itu buih yang ada hilang, lalu tidak mendidih lagi dan menjadi jernih serta memabukkan.
Imam Abu Hanifah berpendapat  bahwa arti memabukkan tidak akan sempurna melainkan dengan  hilangnya buih atau busa yang ada. Jadi, minuman tidak bisa disebut khamr tanpa proses tersebut (menghilangnya busa).
2.         Pendapat kedua, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad menguraikan bahwa khamr adalah juz anggur yang mentah saat mendidih dan kuat, baik buihnya hilang atau tidak, sudah tidak mendidih lagi atau masih mendidih. Arti kata memabukkan sudah terealisasi tanpa ada unsure membuang buih tersebut. Ukuran yang memabukkan yang haram adalah apabila dibuat dari bahan kurma dan anggur saja. Pendapat ini didasarkan pada dalil :
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik.
3.         Pendapat ketiga, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Sufyan, golongan Zhahiyah dan lainnya menyatakan bahwa segala sesuatu yang dianggap memabukkan adalah khamr. Mereka tidak memedulikan bahan pembuatnya, maka segala macam hal yang memabukkan disebut khamr secara nyata. [1]
Narkotika atau obat bius yang bahasa Inggrisnya disebut narcotic adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat membius (menurunkan kesadaran), merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/aktifitas), ketagihan (ketergantungan, mengikat), menimbulkan daya berkhayal (halusinasi). Zat ini digolongkan menjadi 2 macam :
1.    Narkotika dalam arti sempit bersifat alami yaitu semua bahan obat opiaten, cocaine, dan ganja.
2.    Narkotika dalam arti luas bersifat alami dan syntetis yaitu semua bahan obat-obatan yang berasal dari papaver Somniferum (opium/candu, morphine, heroine,dsb), eryth Roxylon Coca (cocaine), cannabis sativa (ganja), golongan obat-obatan depressants (obat-obat penenang), golongan obat-obatan stimulants (obat-obat perangsang), dan golongan obat-obat hallucinogen (obat pemicu hayal).[2]
Menurut UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika, pasal 1 ayat 1 yang berbunyi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapaty menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan menteri kesehatan.
B.       Bagaimana dasar hukum Khamr dan narkoba
Agama islam menempatkan penyalahgunaan narkoba (khamr dan sejenisnya) biasanya berakibat pada seks bebas (zina) dan pornografi sebagai sesuatu yang sudah sangat jelas dilarang. Narkoba yang biasanya dipahami identik atau analog dengan khamr maka bagi peminum, pengedar, pengusaha, dan penjualnya dikenai ancaman hukuman pidana. Keharaman khamr dan saudara-saudaranya dijelaskan dalam QS. Al-Maidah : 90, yang artinya : “Hai orang-orang yangh beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib (dengan anak panah), adalah pekerjaan yang keji dari pekerjaan syaitan, maka jauhilah, agar kamu mendapat keberuntungan.”
Dalam lisan al-arab disebutkan :
    سُمِّيَ الْخَمْرُ لِمُخَا مَرَتِهَا الْعَقْلُ
“Dinamakan khamr karena ia membuat panas akal (otak).”

Dari kata khamr inilah segala minuman atau benda apa saja meskipun tidak cair, selama di dalamnya ada unsur yang memabukkan (iskar) maka haram untuk dikonsumsi. Bukan hanya ditentukan dengan analogi (qiyas) tetapi dalam sebuah hadits riwayat ahmad dinyatakan :
 كُلُّ مَا اَسْكَرَكَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap sesuatu yang memabukkan banyaknya maka sedikitnya adalah haram.”

Dalam hadits lain riwayat muslim dikatakan :
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan adalah haram.”

Dengan demikian, segala jenis minuman atau apa saja yang dapat memabukkan adalah haram. Apakah itu berbentuk cair, atau padat seperti pil dan segala macam bentuknya adalah haram. [3]
Berdasarkan kaidah syariah kulliyah, andaikata tidak ada nash dan ijma’ mengenai masalah ini, maka kaidah umum syariah dan prinsip-prinsipnya yang umum sudah cukup menunjukkan keharaman karena diharamkannya sesuatu dalam Islam disandarkan pada keburukan dan dharar yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, apasaja yang dapat menimbulkan dharar baik kepada individu maupun jamaah hukumnya haram, walaupun tidak ada nash khusus yang menyebutkannya. Bahaya khamr pada diri peminumnya, baik terhadap agamanya, badannya, akalnya, jiwanya, dan hartanya sudah tidak diragukan lagi. Demikian juga bahaya terhadap hubungan dengan keluarganya, karena kita tahu bahwa orang-orang yang mabuk itu tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya terhadap istri dan anak-anaknya.[4]

C.      Hukuman bagi pengkonsumsi Khamr dan Narkoba
Peminum Khamr yang dikenakan had adalah ia yang terbukti dengan pengakuannya atau dengan kesaksian dua orang saksi yang adil. Ijma’ sahabat telah sepakat bahwa peminum khamr harus dijatuhi had dijilid. Mereka sepakat bahwa had bagi peminum khamr adalah dijilid (dipukul atau dicambuk) punggungnya tidak boleh kurang dari 40 jilid. Rasulullah SAW bersabda :
من شرب الخمر فا جلدوه
Artinya : Barangsiapa yang meminum khamr, maka cambuklah ia.” (H.R.Abu Daud).
Ali bin Abi Thalib r.a berkata mengenai banyaknya jilid dan yang diberikan kepada peminum khamr, “ Nabi SAW menjilid 40 kali, Abu Bakar 40 kali, Umar 80 kali dan semuanya adalah sunnah. Pernyataan Ali menujukkan bahwa jilid bagi peminum khamr tidak boleh kurang dari 40 kali tetapi dapat lebih dari 40 kali. Hukuman terhadap peminum khamr tidak dilaksanakan pada saat cuaca dingin atau cuaca panas, tetapi ditunggu hingga cuaca sedang dan setengah siang. Had juga tidak dikenakan pada pelaku yang sedang mabuk dan sedang sakit. Jika ia sakit, maka ditunggu hingga sadar dan jika ia sakit maka ditunggu hingga sembuh.[5]
Hukuman didasarkan berdasarkan salahsatu antara dua hal :
a.    Pengakuan si pelaku, bahwa dia meminum khamr
b.    Kesaksian dua orang saksi yang adil.
Untuk melaksanakan hukuman atas delik minum khamr ini disyaratkan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut :
a.    Peminum itu adalah orang yang berakal, karena akal merupakan tatanan taklif (tuntutan Tuhan).
b.    Peminum itu sudah baligh
c.    Peminum itu melakukan perbuatannya dengan kehendak sendiri.
d.   Peminum itu tahu bahwa apa yang diminumnya itu memabukkan.[6]
Pondasi perundangan Islam berdasarkan pada kaidah menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan dan bahaya. Dan ketika sangat penting bagi syariat yang hukum-hukumnya dibangun berdasarkan kaidah menjaga kemaslahatan dan menolak bahaya, maka syariat ini mengharamkan segala materi atau zat yang bisa menimbulkan bahaya atau sesuatu yang lebih buruk, baik zat tersebut dalam bentuk diminum, beku, dimakan, bubuk, atau dihirup. Penggunaan zat-zat narkotika adalah haram, karena mengamalkan kaidah syara’ yang termasuk kaidah terpenting dalam perundangan Islam, dan menolak kerusakan termasuk salah satu tujuan penting syariat untuk menjaga nyawa atau jiwa manusia. [7]
Ketentuan Pidana bagi kasus narkotika tecantum dalam UU No.22 Tahun 1997 Bab XII pasal 78, 79, 80 yang berbunyi : Pasal 78 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a). Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman; atau b). Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 79 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum :a). Memiliki, menyimpanuntuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan II,dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda palingbanyak  Rp 250.000.000,00 (dua ratuslima puluh juta rupiah); b). Memiliki, menyimpanuntuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan III,dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda palingbanyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 80 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a). Memproduksi, mengolah,mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan I,dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); b. Memproduksi, mengolah,mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan II, dipidana denganpidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); c. Memproduksi, mengolah,mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan III, dipidana denganpidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).[8]

IV.        KESIMPULAN
Khamr adalah nama untuk segala sesuatu yang bisa menutup (diambil dari kata khamara : menutupi akal; mencampur aduk dan merusak akal. Sedangkan Narkotika atau obat bius yang bahasa Inggrisnya disebut narcotic adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat membius (menurunkan kesadaran), merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/aktifitas), ketagihan (ketergantungan, mengikat), menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).
Agama islam menempatkan penyalahgunaan narkoba (khamr dan sejenisnya) biasanya berakibat pada seks bebas (zina) dan pornografi sebagai sesuatu yang sudah sangat jelas dilarang. Narkoba yang biasanya dipahami identik atau analog dengan khamr maka bagi peminum, pengedar, pengusaha, dan penjualnya dikenai ancaman hukuman pidana. Dengan demikian, segala jenis minuman atau apa saja yang dapat memabukkan adalah haram. Apakah itu berbentuk cair, atau padat seperti pil dan segala macam bentuknya adalah haram.
Peminum Khamr yang dikenakan had adalah ia yang terbukti dengan pengakuannya atau dengan kesaksian dua orang saksi yang adil. Ijma’ sahabat telah sepakat bahwa peminum khamr harus dijatuhi had dijilid. Mereka sepakat bahwa had bagi peminum khamr adalah dijilid (dipukul atau dicambuk) punggungnya tidak boleh kurang dari 40 jilid.

V.           PENUTUP
Demkianlah makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat untuk pembaca dan pemakalah khususnya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Sehingga kami mohon kritik dan saran dari para pembaca yang dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi pemakalah.











DAFTAR PUSTAKA
Al Faruk, Asadullah, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Bogor : Gharia Indonesia, 2009.
Fauzan, Saleh bin, Fiqh Sehari-hari, Jakarta : Gema Insani Press, 2005.
Jauhar, Ahmad Al-Mursi Husain, Maqasi syariah, Jakarta : Amzah, 2009.
Qardawy, Yusuf, fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta : Gema Insani Press, 1995.
Rofiq, Ahmad, Fiqh Kontekstual : Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.
Sudiro, Masruhi, Islam melawan Narkoba, Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000.


[1] Asadullah Al Faruk, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. (Bogor : Gharia Indonesia, 2009), hlm. 59-60
[2] Masruhi Sudiro, Islam melawan Narkoba, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000), hlm. 13-14
[3] Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual : Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 170-171
[4] Yusuf Qardawy, fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 815-816
[5] Asadullah Al Faruk, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. (Bogor : Gharia Indonesia, 2009), hlm. 58-59
[6] Sayid sabiq, Fikih Sunah 9, (Bandung : Al-Ma’arif, 1997), hlm. 80-82
[7] Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqasi syariah, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 113
[8] Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual : Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, hlm. 175-179

Tidak ada komentar:

Posting Komentar