Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 20 Mei 2013

Filsafat Ilmu



PENGEMBANGAN ILMU KALAM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU
By: Lathifatus Syifa

I.       PENDAHULUAN

Pernah suatu ketika Ilmu Kalam dikaitkan dengan Filsafat. Tepatnya pada abad ke-2 Hijriyah terjadi percampuradukkan antara keduanya. Dasar menyamakan Ilmu Kalam dengan Filsafat adalah keduanya sama- sama membahas tentang Pemikiran. Bahkan ada seorang tokoh bernama Profesor Tarashand, menyamakan keduanya beragumen, “ Filsafat itu tumbuh dari kebetuhan umat islam kepada argumentasi dalam diskusi kagamaan untuk mempertahankan prinsip- prinsip ajarannya. Pada dasarnya filsafat tersebut menekankan perhatian kepada kepentingan memperkokoh sendi- sendi akidah islam, atau untuk mengungkapkan dasar- dasar filsafatnya umtuk  atau menumbuhkan dan membentuk pemikiran keagamaan secara logis”.[1]
 Akan tetapi, pernyataan tersebut tak lantas dijadikan dasar yang logis. Banyak ilmuwan muslim menolak hal tersebut, mereka mempertanyakan kembali apa itu Filsafat dan Ilmu Kalam. Tentu saja berbeda, banyak perbedaan yang terlihat. Dari definisi, objek dan metode yang dipakai, dalm Ilmu kalam jelas bersifat keagamaan dan objeknya  adalah atas dasar Eksistensi Tuhan beserta sifat- sifat- Nya dan hubungan- Nya dengan alam semesta serta manusia yang hidup dimuka bumi, begitupun metode yang dipakai adalah berdasarkan diskusi keagamaan, memperkuat aqidah dengan menyusun argumentasi rasional (Hujjah Aqliyyah) Sedangkan, Filsafat pada dasarnya suatu studi, metode yang digunakan adalah pembuktian melalui dali- dalil aqli (rasional) dan berbicara tentang semesta dan alam.
Walaupun begitu, tentu setiap ilmu memiliki keterkaitan pada setiap bahasanya. Akan tetapi, menyamakan Ilmu kalam dengan Filsafat itu sangat riskan. Ilmu kalam berbicara tentang aqidah dan perbincangan hangat tentang perbedaan memahami aqidah terpecah menjadi beberapa kelompok atau aliran seperti jabariyah, syiah, mu’tazilah dll. Studi ilmu kalam  yang dikenal baik oleh kalangan akademis dan masyarakat, hal ini terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Keberuntungan dan kegagalan dalam hidupnya sering dilihat dari sisi teologis. Dengan kata lain, berbagai masalah yang terjadi di masyarakat seringkali dilihat dari sudut pandang teologi. Untuk itu, Bagaimanakah  eksistensi Ilmu kalam yang dijadikan sebagai disiplin Ilmu Agama Islam untuk memecahkan persoalan yang ada dalam islam ?.
II.           PEMBAHASAN 
A.    Pengertian dan ruang Lingkup Ilmu Agama Islam
              Sebelum beranjak pada pengertian ilmu agama islam, kita harus tahu apa itu  Ilmu adalah suatu keseluruhan pengetahuan objektif dan pertalian, yang diperoleh secara metodis, sistematis dan kritis, dan yang dimaksudkan untuk menemukan keterangan yang umum yang berlaku untuk bidang atau segi tertentu dari kenyataan.[2]  
              Sedangkan Agama islam sendiri adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Jadi, Ilmu Agama Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang persoalan- persoalan atau kajian  yang didalamnya membahas  tentang  agama islam, seperti fiqh, ibadah, aqidah, ilmu kalam dan lain- lain.

Ruang Lingkup Ilmu Agama Islam :
a.       Fiqh
b.      Al hadist
c.       Aqidah
d.      Akhlaq
e.       Sejarah Kebudayaan Islam
f.       Ilmu kalam
g.      Tafsir
h.      Tauhid dan lain- lain.
  
B.       Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
              Banyak definisi tentang Filsafat ilmu diantaranya adalah menyelidiki struktur ilmu yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah serta makna teoritis dan praktis dari ilmu.[3] Tokoh The liang Gie mendifinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reaktif terhadap perssoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu dapat didefinisikan menjadi dua, yaitu :

a.         Filsafat Ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah, seperti :
1)         Implikasi ontologik- metafisik dari citra dunia yang bersifat ilmiah
2)         Tata susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu
3)         Konsekuensi pragmatik- etik penyelenggara ilmu dan sebagainya.
b.         Filsafat Ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara- cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.
Ruang Lingkup Filsafat Ilmu :
A.    Objek Filsafat Ilmu
1.      Objek material Fisafat Ilmu
Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu atau Objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2.      Objek Formal filsafat Ilmu
Objek Formal yaitu sudut pandang dari man asang subjek menelaah Objek materialnya. Objek Formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruhperhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya ? bagaiman cara memperoleh kebenaran ilmiah ? Apa fungsi pengetahuan bagi manusia ? Problem inilah yang dibcarakan dalam landasan pengemban ilmu pengetahuan, yakni ontologi, epistemologi dan axiologi.[4]
B.            Metode Filsafat Ilmu
                        Ilmu dapat digali atau dicari menggunakan prosedur yang disebut dengan metode ilmiah. Tidak semua pemgetahuan dikategorikan sebagai ilmu, karena ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat- syarat tertentu. Syarat- syarat tersebut adalah metode ilmiah. Metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau proses atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai angkah langkah sistematik.
                        Langkah- langkah sebagai alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam suatu prosedur yang mencerminkan tahapan- tahapan dalam kegiatan ilmiah. Langkah- langkah tersebut antara lain :
a.       Rumusan masalah
b.      Menentukan khasanal ilmu pengetahuan ilmiah 
c.       Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis
d.      Penyusunan hipotesis
e.       Pengujian Hipotesis
f.       Penarikan kesimpulan.[5]
C.            Bidang Kajian Filsafat Ilmu
1)         Ontologi :
                     Hakikat tentang ilmu, apa objek yang ditelaah? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tsb? Bagaimana korelasi objek tsb dengan daya tangkap manusia yang memproduk ilmu?
2)        Epistemologi  
                 Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu?  Bagaimana prosedur dan mekanismenya? Apasaja yang harus diperhatikan untuk memperoleh pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan  pengetahuan yang berupa ilmu?

3)        Axiologi
               Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan ilmu pengetahuan dengan  kaidah-kaidah moral atau etika? Bagaimana  penentuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural  yang merupakan  operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?  

D.  Tujuan mempelajari Filsafat Ilmu
-          Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah
-          Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, mengkritik asumsi dan metode keilmuan
-          Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis- rasional agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.[6]
-           
E.        Manfaat mempelajari Filsafat Ilmu
-Untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
-          Membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah
  
C.      Pengembangan Ilmu Kalam dalam Perspektif Filsafat Ilmu meliputi Ontologi, Epistemologi dan Axiologi

              Dalam kajian ontologi yang membahas tentang apa yang ‘ada’ ditinjau secara umum.[7] Berarti bersifat dasar apa yang diketahui  pada ilmu kalam sebenarnya.  Definisi ilmu kalam menurut ibnu khaldun, sebagaimana dikutip A. Hanafi bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang berisi alasan- alasan mempertahankan kepercayaan- kepercayaan iman dengan menggunakan dalil- dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang- orang yang menyeleweng dari kepercayaan – kepercayaan aliran golongan salaf  dan ahli sunnah. 
              Selain itu adapula yang mengatakan bahwa ilmu kalam adalah membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan – kepercayaan keagamaan dengan bukti- bukti yang meyakinkan. Dalam ilmu ini membahas tentang cara ma’rifat (mengetahui secara mendalam ) tentang sifat- sifat Allah dan para Rasul- Nya dengan menggunakan dalil- dalil yang pasti guna mencapai kebahagiaan hidup pribadi. Ilmu ini termasuk induk ilmu agama dan paling utama, bahkan paling mulia, karena berkaitan dengan zat Allah, zat para Rasulnya.[8]
     Dalam bidang kajian Epistemologi yang berarti membicarakan bagaimana ilmu pengetahuan itu dibangun dan dikembangan. Ilmu kalam yang membahas tentang persoalan Eksistensi Tuhan beserta sifat- sifat Nya dan Hubungan-Nya. Oleh karena itu para ahli ilmu kalam dari kaum muslimin menetapkan Aqidah islam sebagaimana yang termaktub dalam Al- Quran sebagai kebenaran yang pasti dan tidak diragukan lagi. Sehingga, menimbulkan banyak pandangan dan perbedaan pendapat dari orang- orang yang berkecimpung didalamnya dan menjadikan mereka terpecah- belah dan meyakini bahwa keyakinan mereka adalah benar. Maka dari itu, muncullah beberapa aliran dalam ilmu kalam seperti :
a)      Aliran khawarij
b)      Aliran Syi’ah
c)      Aliran murji’ah
d)     Aliran Jabariyah[9]
e)      Aliran Qadariyah
f)       Aliran Asy’ariyah
g)      Aliran Mu’tazilah
Dalam Ilmu kalam terdapat  pokok-pokok bahasan diantaranya adalah :
1. Masalah ketuhanan meliputi wujud Allah, Sifat-sifat Allah, perbuatan Allah
2. Al-Qur’an meliputi apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan
3. Akhirat meliputi Apakah kebangkitan itu dengan jasad apa ruh saja, dan apakah dapat melihat Allah di akhirat nanti.
4. Iman
5. Dosa besar
6. Takdir dan keadilan Allah
7. Khilafah dan imamah
8. Filsafat
9. Ayat-ayat mutasyabih
Kelemahan pertama struktur keilmuan dalam warisan kultural ini adalah lingkup pengalaman keagamaan yang mendasarinya seperti, Ilmu tasawuf yang membicarakan tentang keberadaan tuhan, Ilmu Kalam merumuskan masalah Aqidah berbeda dengan ilmu astronomi yang lebih menekankan pada sisi empirisnya dari pada ketuhanan. Oleh karena itu, semakin berkembangnya kehidupan dan ilmu- ilmu terapan di unggulkan maka, itu menciutkan umat islam dan menjadiakn kemunduran karena tidak mampu menjawab problem- problem yang ada sekarang ini.
Ilmu kalam bisa dikembangkan melalui objek ilmu kalam itu sendiri misalnya, kita mengadakan metodologi penelitian tidak hanya pemahaman umat islam terhadap aqidah seperti dilakukan oleh literatur- literatur yang diwariskan kepada kita, melainkan menjangkau semua segi pengalaman keagamaan umat islam. Sejak generasi umat islam pertama, dimasa sahabat Rasul Allah sampai pada generasi terakhir, ketika hari kiamat sudah tiba. Pengembangan aspek ontologi ini, mengakibatkan konsekuensi metodologis yang serius. Artimya, metodologi yang dipakai akan berkembang sesuai dengan sifat dari obyek kajiannya.
Metodologi penelitiannya tidak terbatas pada pemikiran spekulatif tentang pemikiran- pemikiran teologis umat islam, seperti dilakukan sekarang, memungkinkan pemikiran posivistik, rasionalistik, dan fenomologis. Lebih dari itu, metodologi penilitian yang bertujuan melahirkan teori dari dasar juga merupakan upaya pengembangan ilmu kalam secara efektif.
Harus segera dinyatakan, terutama dalam konteks kehidupan keagamaan yang kental dengan warisan kultural klasik, bahwa bahwa pengembangan metodologi ilmu kalam yang seperti ini sama sekali tidak akan bersentuhan dengan substansi rumusan Mutakallimin yang diyakini sebagai iman. Artinya, Substansi Mu’takad lima puluh tetap tidak berubah. Pengembangan yang dilakukan lebih ditujukan pada perumusan aspek metodologi, sehingga materi aqidah islam mu’takad lima puluh ini benar- benar mampu mengantarkan umat islam mencapai tujuan risalah, bukan dimasa klasik, melainkan masa modern kini, seperti kemampuan aqidah yang sudah pernah dibuktikan di masa pertama masa islam.[10]
Dalam kajian Axiogi ilmu kalam mempunyai nilai guna yaitu kita dapat mengetahui banyak pendapat dan  pemikiran dari para mutakallimin, karena dengan banyak pendapat itu, berarti kita menggunakan akal untuk belajar. Dengan adanya banyak aliran- aliran itu, hendaknya memperkuat umat islam untuk menghargai perbedaan pemikiran yang ada.


III. KESIMPULAN
Pengembangan Ilmu kalam dalam perspektif filsafat ilmu dapat dilakukan dengan mengganti metode yang digunakan. Contohnya. metodologi penelitiannya tidak terbatas pada pemikiran spekulatif tentang pemikiran- pemikiran teologis umat islam, seperti dilakukan sekarang, memungkinkan posivistik, rasionalistik, dan fenomologis. Lebih dari itu, metodoogi penilitian yang bertujuan melahirkan teori dari dasar juga merupakan upaya pengembangan ilmu kalam secara efektif.


IV. PENUTUP
 Demikian makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran kami harapkan untuk memperbaiki makalah kedepanya untuk menjadi lebih baik. Dan mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

















V.    DAFTAR PUSTAKA

 Al- Ahwani, Fuad Ahmad,  Filsafat Islam,, ( Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995)

Kadir, Muslim,  Ilmu Islam terapan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003)

Dister, Nico Syukur,  Pengantar Teologi, ( Yogyakarta : KANISIUS, 1991)

Ihsan, Fuad,  Filsafat Ilmu, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2010)

  MudyaHarja, Redja, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008)

 Muntasyir, Rizal dkk, Filsafat ilmu, ( _, Pustaka pelajar,_)

Nata, Abbudin,  Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : Rajawali Press, TT)

 Nata, Abbudin,  Ilmu kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Press, 1993)

  Ya’Qub, Hamzah,  Filsafat ketuhanan, (Bandung :PT. Al-Maarif, 1984)





[1]  Filsafat Islam, Ahmad Fuad Al- Ahwani, ( Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995), cet. VII, hm. 17
[2] Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi, ( Yogyakarta : KANISIUS, 1991), hlm. 23
[3]  Redja MudyaHarja, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 4
[4] Fuad ihsan, Filsafat Ilmu, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm.13- 16
[5] Ibid, hlm. 20- 23
[6] Rizal Muntasyir dkk, Filsafat ilmu, ( _, Pustaka pelajar,_), hlm.  7
[7]  Hamzah Ya’Qub, Filsafat ketuhanan, (Bandung :PT. Al-Maarif, 1984), hlm.17
[8] Abbudin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : Rajawali Press, TT), hlm. 21
[9]  Abuddin Nata, Ilmu kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Press, 1993), hlm.29
[10] H. Muslim A. Kadir, Ilmu Islam terapan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 207

Tidak ada komentar:

Posting Komentar