PENGEMBANGAN ILMU KALAM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
ILMU
By: Lathifatus Syifa
I.
PENDAHULUAN
Pernah suatu ketika Ilmu Kalam dikaitkan dengan Filsafat. Tepatnya
pada abad ke-2 Hijriyah terjadi percampuradukkan antara keduanya. Dasar
menyamakan Ilmu Kalam dengan Filsafat adalah keduanya sama- sama membahas
tentang Pemikiran. Bahkan ada seorang tokoh bernama Profesor Tarashand,
menyamakan keduanya beragumen, “ Filsafat itu tumbuh dari kebetuhan umat islam
kepada argumentasi dalam diskusi kagamaan untuk mempertahankan prinsip- prinsip
ajarannya. Pada dasarnya filsafat tersebut menekankan perhatian kepada
kepentingan memperkokoh sendi- sendi akidah islam, atau untuk mengungkapkan
dasar- dasar filsafatnya umtuk atau
menumbuhkan dan membentuk pemikiran keagamaan secara logis”.[1]
Akan tetapi, pernyataan
tersebut tak lantas dijadikan dasar yang logis. Banyak ilmuwan muslim menolak
hal tersebut, mereka mempertanyakan kembali apa itu Filsafat dan Ilmu Kalam.
Tentu saja berbeda, banyak perbedaan yang terlihat. Dari definisi, objek dan
metode yang dipakai, dalm Ilmu kalam jelas bersifat keagamaan dan objeknya adalah atas dasar Eksistensi Tuhan beserta
sifat- sifat- Nya dan hubungan- Nya dengan alam semesta serta manusia yang
hidup dimuka bumi, begitupun metode yang dipakai adalah berdasarkan diskusi
keagamaan, memperkuat aqidah dengan menyusun argumentasi rasional (Hujjah
Aqliyyah) Sedangkan, Filsafat pada dasarnya suatu studi, metode yang
digunakan adalah pembuktian melalui dali- dalil aqli (rasional) dan berbicara
tentang semesta dan alam.
Walaupun begitu, tentu setiap ilmu memiliki keterkaitan pada setiap
bahasanya. Akan tetapi, menyamakan Ilmu kalam dengan Filsafat itu sangat
riskan. Ilmu kalam berbicara tentang aqidah dan perbincangan hangat tentang
perbedaan memahami aqidah terpecah menjadi beberapa kelompok atau aliran
seperti jabariyah, syiah, mu’tazilah dll. Studi ilmu kalam yang dikenal baik oleh kalangan akademis dan
masyarakat, hal ini terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan
berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Keberuntungan dan kegagalan dalam
hidupnya sering dilihat dari sisi teologis. Dengan kata lain, berbagai masalah
yang terjadi di masyarakat seringkali dilihat dari sudut pandang teologi. Untuk
itu, Bagaimanakah eksistensi Ilmu kalam
yang dijadikan sebagai disiplin Ilmu Agama Islam untuk memecahkan persoalan
yang ada dalam islam ?.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan ruang Lingkup Ilmu Agama Islam
Sebelum beranjak
pada pengertian ilmu agama islam, kita harus tahu apa itu Ilmu adalah suatu keseluruhan pengetahuan
objektif dan pertalian, yang diperoleh secara metodis, sistematis dan kritis,
dan yang dimaksudkan untuk menemukan keterangan yang umum yang berlaku untuk
bidang atau segi tertentu dari kenyataan.[2]
Sedangkan Agama
islam sendiri adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal
‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Jadi, Ilmu Agama Islam adalah
ilmu yang mempelajari tentang persoalan- persoalan atau kajian yang didalamnya membahas tentang
agama islam, seperti fiqh, ibadah, aqidah, ilmu kalam dan lain- lain.
Ruang Lingkup Ilmu Agama Islam :
a.
Fiqh
b.
Al
hadist
c.
Aqidah
d.
Akhlaq
e.
Sejarah
Kebudayaan Islam
f.
Ilmu
kalam
g.
Tafsir
h.
Tauhid
dan lain- lain.
B.
Pengertian
dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Banyak definisi
tentang Filsafat ilmu diantaranya adalah menyelidiki struktur ilmu yaitu metode
dan bentuk pengetahuan ilmiah serta makna teoritis dan praktis dari ilmu.[3]
Tokoh The liang Gie mendifinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reaktif terhadap perssoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu dapat didefinisikan menjadi dua, yaitu :
a.
Filsafat
Ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar
dari kegiatan ilmiah, seperti :
1)
Implikasi
ontologik- metafisik dari citra dunia yang bersifat ilmiah
2)
Tata
susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu
3)
Konsekuensi
pragmatik- etik penyelenggara ilmu dan sebagainya.
b.
Filsafat Ilmu dalam arti sempit : menampung
permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam
ilmu, yaitu yang menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara- cara mengusahakan
serta mencapai pengetahuan ilmiah.
Ruang Lingkup Filsafat Ilmu :
A.
Objek
Filsafat Ilmu
1.
Objek
material Fisafat Ilmu
Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan
oleh suatu ilmu atau Objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. Objek material
filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah
disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2.
Objek
Formal filsafat Ilmu
Objek Formal yaitu sudut pandang dari man asang subjek menelaah
Objek materialnya. Objek Formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu
pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruhperhatian terhadap problem
mendasar ilmu pengetahuan seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya ? bagaiman
cara memperoleh kebenaran ilmiah ? Apa fungsi pengetahuan bagi manusia ?
Problem inilah yang dibcarakan dalam landasan pengemban ilmu pengetahuan, yakni
ontologi, epistemologi dan axiologi.[4]
B.
Metode
Filsafat Ilmu
Ilmu
dapat digali atau dicari menggunakan prosedur yang disebut dengan metode
ilmiah. Tidak semua pemgetahuan dikategorikan sebagai ilmu, karena ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat- syarat
tertentu. Syarat- syarat tersebut adalah metode ilmiah. Metode dapat diartikan
sebagai suatu cara atau proses atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai
angkah langkah sistematik.
Langkah-
langkah sebagai alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat
dijabarkan dalam suatu prosedur yang mencerminkan tahapan- tahapan dalam
kegiatan ilmiah. Langkah- langkah tersebut antara lain :
a.
Rumusan
masalah
b.
Menentukan
khasanal ilmu pengetahuan ilmiah
c.
Penyusunan
kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis
d.
Penyusunan
hipotesis
e.
Pengujian
Hipotesis
f.
Penarikan
kesimpulan.[5]
C.
Bidang
Kajian Filsafat Ilmu
1)
Ontologi :
Hakikat tentang ilmu, apa objek yang ditelaah? Bagaimana wujud
yang hakiki dari objek tsb? Bagaimana korelasi objek tsb dengan daya tangkap
manusia yang memproduk ilmu?
2)
Epistemologi
Bagaimana proses pengetahuan yang masih
berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu?
Bagaimana prosedur dan mekanismenya? Apasaja yang harus diperhatikan
untuk memperoleh pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu? Apakah
kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
3)
Axiologi
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan ilmu pengetahuan dengan kaidah-kaidah moral atau etika? Bagaimana penentuan objek dan metode yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana hubungan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral?
D. Tujuan mempelajari Filsafat Ilmu
-
Filsafat
ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis
terhadap kegiatan ilmiah
-
Filsafat
ilmu merupakan usaha merefleksi, mengkritik asumsi dan metode keilmuan
-
Filsafat
ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode yang
dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis- rasional agar
dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.[6]
-
E.
Manfaat
mempelajari Filsafat Ilmu
-Untuk
memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu
disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
-
Membekali
kemampuan untuk membangun teori ilmiah
C.
Pengembangan
Ilmu Kalam dalam Perspektif Filsafat Ilmu meliputi Ontologi, Epistemologi dan
Axiologi
Dalam kajian ontologi
yang membahas tentang apa yang ‘ada’ ditinjau secara umum.[7]
Berarti bersifat dasar apa yang diketahui
pada ilmu kalam sebenarnya.
Definisi ilmu kalam menurut ibnu khaldun, sebagaimana dikutip A. Hanafi
bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang berisi alasan- alasan mempertahankan
kepercayaan- kepercayaan iman dengan menggunakan dalil- dalil pikiran dan
berisi bantahan terhadap orang- orang yang menyeleweng dari kepercayaan –
kepercayaan aliran golongan salaf dan
ahli sunnah.
Selain itu
adapula yang mengatakan bahwa ilmu kalam adalah membicarakan bagaimana
menetapkan kepercayaan – kepercayaan keagamaan dengan bukti- bukti yang
meyakinkan. Dalam ilmu ini membahas tentang cara ma’rifat (mengetahui secara
mendalam ) tentang sifat- sifat Allah dan para Rasul- Nya dengan menggunakan
dalil- dalil yang pasti guna mencapai kebahagiaan hidup pribadi. Ilmu ini
termasuk induk ilmu agama dan paling utama, bahkan paling mulia, karena
berkaitan dengan zat Allah, zat para Rasulnya.[8]
Dalam bidang kajian
Epistemologi yang berarti membicarakan bagaimana ilmu pengetahuan itu dibangun
dan dikembangan. Ilmu kalam yang membahas tentang persoalan Eksistensi Tuhan
beserta sifat- sifat Nya dan Hubungan-Nya. Oleh karena itu para ahli ilmu kalam
dari kaum muslimin menetapkan Aqidah islam sebagaimana yang termaktub dalam Al-
Quran sebagai kebenaran yang pasti dan tidak diragukan lagi. Sehingga,
menimbulkan banyak pandangan dan perbedaan pendapat dari orang- orang yang
berkecimpung didalamnya dan menjadikan mereka terpecah- belah dan meyakini
bahwa keyakinan mereka adalah benar. Maka dari itu, muncullah beberapa aliran
dalam ilmu kalam seperti :
a)
Aliran
khawarij
b)
Aliran
Syi’ah
c)
Aliran
murji’ah
d)
Aliran
Jabariyah[9]
e)
Aliran
Qadariyah
f)
Aliran
Asy’ariyah
g)
Aliran
Mu’tazilah
Dalam Ilmu kalam terdapat pokok-pokok bahasan diantaranya adalah :
1. Masalah ketuhanan meliputi wujud Allah, Sifat-sifat Allah, perbuatan Allah
2. Al-Qur’an meliputi apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan
3. Akhirat meliputi Apakah kebangkitan itu dengan jasad apa ruh saja, dan apakah dapat melihat Allah di akhirat nanti.
4. Iman
5. Dosa besar
6. Takdir dan keadilan Allah
7. Khilafah dan imamah
8. Filsafat
9. Ayat-ayat mutasyabih
1. Masalah ketuhanan meliputi wujud Allah, Sifat-sifat Allah, perbuatan Allah
2. Al-Qur’an meliputi apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan
3. Akhirat meliputi Apakah kebangkitan itu dengan jasad apa ruh saja, dan apakah dapat melihat Allah di akhirat nanti.
4. Iman
5. Dosa besar
6. Takdir dan keadilan Allah
7. Khilafah dan imamah
8. Filsafat
9. Ayat-ayat mutasyabih
Kelemahan
pertama struktur keilmuan dalam warisan kultural ini adalah lingkup pengalaman
keagamaan yang mendasarinya seperti, Ilmu tasawuf yang membicarakan tentang
keberadaan tuhan, Ilmu Kalam merumuskan masalah Aqidah berbeda dengan ilmu
astronomi yang lebih menekankan pada sisi empirisnya dari pada ketuhanan. Oleh
karena itu, semakin berkembangnya kehidupan dan ilmu- ilmu terapan di unggulkan
maka, itu menciutkan umat islam dan menjadiakn kemunduran karena tidak mampu
menjawab problem- problem yang ada sekarang ini.
Ilmu kalam bisa
dikembangkan melalui objek ilmu kalam itu sendiri misalnya, kita mengadakan
metodologi penelitian tidak hanya pemahaman umat islam terhadap aqidah seperti
dilakukan oleh literatur- literatur yang diwariskan kepada kita, melainkan
menjangkau semua segi pengalaman keagamaan umat islam. Sejak generasi umat
islam pertama, dimasa sahabat Rasul Allah sampai pada generasi terakhir, ketika
hari kiamat sudah tiba. Pengembangan aspek ontologi ini, mengakibatkan
konsekuensi metodologis yang serius. Artimya, metodologi yang dipakai akan
berkembang sesuai dengan sifat dari obyek kajiannya.
Metodologi
penelitiannya tidak terbatas pada pemikiran spekulatif tentang pemikiran-
pemikiran teologis umat islam, seperti dilakukan sekarang, memungkinkan pemikiran
posivistik, rasionalistik, dan fenomologis. Lebih dari itu, metodologi
penilitian yang bertujuan melahirkan teori dari dasar juga merupakan upaya
pengembangan ilmu kalam secara efektif.
Harus segera
dinyatakan, terutama dalam konteks kehidupan keagamaan yang kental dengan
warisan kultural klasik, bahwa bahwa pengembangan metodologi ilmu kalam yang
seperti ini sama sekali tidak akan bersentuhan dengan substansi rumusan
Mutakallimin yang diyakini sebagai iman. Artinya, Substansi Mu’takad lima puluh
tetap tidak berubah. Pengembangan yang dilakukan lebih ditujukan pada perumusan
aspek metodologi, sehingga materi aqidah islam mu’takad lima puluh ini benar-
benar mampu mengantarkan umat islam mencapai tujuan risalah, bukan dimasa
klasik, melainkan masa modern kini, seperti kemampuan aqidah yang sudah pernah
dibuktikan di masa pertama masa islam.[10]
Dalam kajian
Axiogi ilmu kalam mempunyai nilai guna yaitu kita dapat mengetahui banyak
pendapat dan pemikiran dari para
mutakallimin, karena dengan banyak pendapat itu, berarti kita menggunakan akal
untuk belajar. Dengan adanya banyak aliran- aliran itu, hendaknya memperkuat
umat islam untuk menghargai perbedaan pemikiran yang ada.
III.
KESIMPULAN
Pengembangan
Ilmu kalam dalam perspektif filsafat ilmu dapat dilakukan dengan mengganti
metode yang digunakan. Contohnya. metodologi penelitiannya tidak terbatas pada
pemikiran spekulatif tentang pemikiran- pemikiran teologis umat islam, seperti
dilakukan sekarang, memungkinkan posivistik, rasionalistik, dan fenomologis.
Lebih dari itu, metodoogi penilitian yang bertujuan melahirkan teori dari dasar
juga merupakan upaya pengembangan ilmu kalam secara efektif.
IV.
PENUTUP
Demikian makalah yang kami
buat, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu
kritik dan saran kami harapkan untuk memperbaiki makalah kedepanya untuk
menjadi lebih baik. Dan mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
V.
DAFTAR
PUSTAKA
Al- Ahwani, Fuad Ahmad, Filsafat Islam,, ( Jakarta : Pustaka
Firdaus, 1995)
Kadir, Muslim, Ilmu Islam terapan, ( Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2003)
Dister, Nico Syukur, Pengantar
Teologi, ( Yogyakarta : KANISIUS, 1991)
Ihsan, Fuad, Filsafat
Ilmu, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2010)
MudyaHarja, Redja, Filsafat
Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008)
Muntasyir, Rizal dkk, Filsafat ilmu, (
_, Pustaka pelajar,_)
Nata,
Abbudin, Metodologi Studi Islam,
( Jakarta : Rajawali Press, TT)
Nata, Abbudin, Ilmu kalam, Filsafat dan Tasawuf,
(Jakarta : Rajawali Press, 1993)
Ya’Qub,
Hamzah, Filsafat ketuhanan,
(Bandung :PT. Al-Maarif, 1984)
[1] Filsafat Islam, Ahmad Fuad
Al- Ahwani, ( Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995), cet. VII, hm. 17
[2] Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi, ( Yogyakarta : KANISIUS,
1991), hlm. 23
[3] Redja MudyaHarja, Filsafat
Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008),
hlm. 4
[4] Fuad ihsan, Filsafat Ilmu, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2010),
hlm.13- 16
[5] Ibid, hlm. 20- 23
[6] Rizal Muntasyir dkk, Filsafat ilmu, ( _, Pustaka pelajar,_),
hlm. 7
[7] Hamzah Ya’Qub, Filsafat
ketuhanan, (Bandung :PT. Al-Maarif, 1984), hlm.17
[8] Abbudin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : Rajawali
Press, TT), hlm. 21
[9] Abuddin Nata, Ilmu kalam,
Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Press, 1993), hlm.29
[10] H. Muslim A. Kadir, Ilmu Islam terapan, ( Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2003), hlm. 207
Tidak ada komentar:
Posting Komentar