Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 05 Juni 2013

tentang Abu Bakar Ash- Sidiq



ARTIKEL

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Siroh Nabawiyah
Dosen Pengampu : Bapak Ali Ashikin
 






Disusun Oleh:
Lathifatus Syifa                      (103111121)
Mahfud Sazali                         (103111122)
Malikhah                                 (103111123)
Maria Ulfa                               (103111124)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013



ABU BAKAR
       I.            PENDAHULUAN
Sejarah adalah suatu rujukan saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang orang malas untuk melihat sejarah. Sehingga orang cenderung berjalan tanpatujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disinilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang masa depan. Khulafa al-Rasyidun sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi Muhammad kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan saat kita akanmelaksanakan sesuatu dimasa depan. Karena peristiwa yang terjadi sungguh beragam. Dari mulai cara pengangkatan sebagai khalifah, sistem pemerintahan, pengelolaanadministrasi, hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya.
Abu bakar Ash-Shiddiq merupakan khalifah pertama dalam Khulafa al-Rasyidin. Sebagai kahlifah pertama, AbuBakar dihadapkan pada keadaan masyarakatsepeninggal Muhammad SAW. Abu Bakar adalah seorang manusia yang tenang dan penuh bijaksana. Perasaannya sangat halus, sehingga cepat larut dalam kesedihan, bahkan cenderung bersifat lemah lembut. Meskipun demikian, didalam jiwanya yang lemah lembut itu, tersembul kekuatan dahsyat yang setiap kali dapat meruntuhkan kebatilan. Ia tidak kenal kata-kata mundur, meski hanya sejengkal langkah. Pendiriannya sangat kokoh dan tidak pernah ragu-ragu untuk mengambil suatu keputusan.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Biografi Abu Bakar Al-Shiddiq?
B.     Bagaimana Masa Pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq?
C.     Apa Kemajuan-Kemajuan yang telah dicapai oleh Pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq?
 III.            PEMBAHASAN
A.       Biografi Abu Bakar
Abu Bakar dilahirkan dengan nama Abdullah ibn Utsman (Abu Qahafah) ibn Amr ibn Ka’b ibn Sa’d ibn Tamim ibn Murrah ibn Lu’ayy ibn Ghalib ibn Fihr al-Tamimi al-Qurrasyi. Silsilah keturunannya bertemu dengan Nabi pada Murrah. Terlahir dari seorang ayah bernama Abu Qahafah yang semula bernama Ustman ibn Amir. Sedangkan ibunya bernama Umm al-Khair Salma bint Sakhr ibn Ka’b ibn Sa’d ibn Murrah. Sebelum ia memeluk Islam, ia mendapat julukan dengan nama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam, ia mendapat julukan Abdullah. Asal mula julukan ini berawal dari kenyataan bahwa ibunya setiap melahirkan anak laki-laki, pasti meninggal dunia. Namun Abu Bakar lahir dan dikaruniai kehidupan, sehingga dia diberikan julukan sebagai Abdul Ka’bah. Julukannya yang terkenal adalah Al-Shiddiq, yaitu yang jujur dan yang membenarkan. Sebab, beliau selalu mengakui dan membenarkan Nabi dalam segala hal yang beliau sampaikan. Selain itu, Al-Shidq selalu menghiasi setiap ucapan dan tingkah lakunya sehari-hari.
Ketika anak itu tumbuh menjadi remaja, namanya bertambah dengan julukan Atik yang menandakan seolah-olah ia lepas dari kematian.  Tetapi menurut para ahli sejarah, “Atik”, bukanlah nama baginya, melainkan sekedar julukan karena kulitnya yang putih.
Sejak kecil Abu Bakar hidup seperti layaknya anak-anak lainnya di kota Mekkah. Pada awal masa mudanya, ia menikah dengan Kutailah binti Abdul Uza. Perkawinan ini membuahkan keturunan Abdullah dan Asma. Dari perkawinannya dengan Ummu Ruman binti Uwaimir, Abu Bakar memiliki 2 anak, yakni Abdurrahman dan Aisyah. Ketika berada di Madinah, Abu Bakar menikh dengan Habibah binti Kharijah serta Asma binti Umais. Dari istri yang terakhir ini, Abu Bakar dikaruniai seorang anak, yakni Muhammad.[1]
B.       Masa Pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq
Sesudah rasulullah wafat, kaum ansor menghendaki agar orang yang akan jadi khalifah dipilih dari antara mereka. Dalam pada itu, Abi Thalib mengingini agar Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah berdasarkan kedudukan beliau dalam Islam, apalagi beliau adalah menantu dan karib Nabi. Tetapi sebagian dari kaum Muslimin menghendaki Abu Bakar, maka dipilihlah beliau menjadi khalifah.
Orang-orang yang tadinya ragu-ragu, memberikan bai’ah kepada Abu Bakar, dikala golongan terbanyak dari kaum Muslimin telah membai’ahnya segera pula memberikan bai’ahnya. Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam pidatonya itu, dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau jalankan.[2]
Pemerintahan Abu Bakar tidaklah menggunakan kekuasaan Tuhan sebagaimana Firaun dari Mesir atau bentuk pemerintahan lain yang dikenal di Eropa Tengah. Abu Bakar tidak menggunakan kekuasaan Allah bagi dirinya, tetapi ia berkuasa atas dukungan orang-orang yang membaiatnya. Sikap Abu Bakar yang tegas dalam menjaga ikatan dengan kitab Allah swt serta dalam mengikuti jejak Rasulullah untuk membersihkan diri dari segala kerakusan duniawi. Semua itu dilakukan atas dasar keyakinan bahwa setiap pemimpin umat yang mengambil keuntungan pribadi, berarti telah berbuat dzalim terhadap dirinya dan masyarakat.
Abu Bakar mampu menahan diri sampai ada diantara generasi kita yang menganggapnya kelewat batas. Kekuasaannya sebagai khalifah terhadap kaum mukminin tidaklah merusak atau mengubah kehidupan pribadinya. Ia mengorbankan dirinya untuk menegakkan keadilan yang bersih dari segala kebohongan. Ia selalu berupaya agar segala perintah Allah SWT dapat dilaksanakan. Dan ia juga berusaha menciptakan kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera dibawah keadilan Allah SWT.
Demikian keadaan pemerintahannya. Didalamnya tidak dikenal kekuasaan mutlak, tidak ada pula “wakil Tuhan”. Corak pemerintahannya teokrasi atau aristhokrasi. Tidak ada kekhususan bagi kaum Muhajirin dan Ansor dalam memilih khalifah. Mereka mengangkatnya demi keutuhan undang-undang yang sudah berlaku. Sistem pemerintahan nyang lama akan habis masa berlakunya seiring dengan kepergian personilnya. Sistem itu tidak diwariskan kepada siapapun, personilnya tidak akan digantikan oleh lapisan yang lain.
Dalam segala masaah, Abu Bakar menegakkan hukum berdasarkan musyawarah. Ia tidak bertindak dalam masalah itu, sebelum bermusyawarah dengan pengikut-pengikutnya. Ia pun tidak membeda-bedakan kaum satu dengan yang lain, baginyaa, kaum muslimin memiliki kedudukan yang sama.[3]
C.     Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain:
1. Perbaikan sosial (masyarakat)
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
Pada masa pemerintahan Abu Bakar timbul orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku dirinya Nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayarkan zakat. Orang-orang yang disebutkan itu, muncul pada bagian terbesar di tanah Arab. Diantara orang-orang yang mengaku dirinya menjadi nabi yang paling berbahaya ialah Musailimatul Kazzab dari bani Hanifah di al Yamamah. Musailimah ini telah mengaku menjadi nabi semenjak Rasulullah masih hidup. Ada juga Al-Aswad al ‘Ansi di Yaman, dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad. Diantara pengikut-pengikut nabi-nabi palsu itu banyak yang mengetahui kepalsuan dan kesesatan nabi-nabi palsu itu, namun mereka mau mendukung dan menggabungkan diri kepada nabi-nabi palsu itu, hanyalah agar mereka jadi kuat untuk menghadapi quraisy yang hendak memonopoli kekuasaan di tanah Arab.
     Maka Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil dalam mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Didalam kesulitan memuncak inilah, kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar. Dengan tegas, dinyatakannya seraya bersumpah, bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang telah meneyeleweng dari kebenaran, biar yang murtad, maupun yang mengaku jadi nabi, ataupun yang tidak mau membeyarkan zakat, sehingga semuanya kembali kepada kebenaran, atau beliau gugur sebagai syahid dalam memperjuangkan kemuliaan agama Allah.
Ketegasan Abu Bakar ini disambut dan didukung kuat oleh golongan terbesar dari kaum muslimin atau oleh seluruh kaum muslimin. Dan orang-orang quraisy menyerahkan putera-putera mereka untuk menjalankan perintah Abu Bakar ini.[4]
2. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.
Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium.[5]
Di Persia (Wilayah Timur) mendominasi wilayah yang sangat luas yang meliputi Irak, bagian barat syam, bagian utara Jazirah Arab. Untuk melakukan jihad di tempat itu, abu Bakar mengangkat Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah sebagai penglima. Mereka mampu memenangkan peperangan dan membuka Hirah serta beberapa kota di Irak. Diantaranya adalah Anbar, Daumatul Jandal, Faradh, dan yang lainnya. Setelah itu Khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada Khalid bin Walid untuk bergabung dengan pasukan Islam di Syam.
Di Romawi (Wilayah Barat), Abu Bakar memberangkatkan pasukan- pasukan islam sebagai berikut :
1.      Pasukan di bawah pimpinan Yazid bin Abu Sufyan ke Damaskus
2.      Pasukan di bawah pimpinan ‘Amr bin Ash ke Palestina
3.      Pasukan di bawah pimpinan Syarahbil bin Hasanah ke Yordania
4.      Pasukan di bawah pimpinanAbu Ubaidah ibnu- Jarrah ke Hims. Pasukan islam saat itru berjumlah sekitar 12.000 pasukan. Sedangkan pasukan Ikrimah sebagai pasukan cadangan berjumlah 6000 pasukan.
Pasukan Romawi menyambut kedatangan pasukan Islam itu dengan jumlah pasukan 240.000 personel.[6]
3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
Salah satu program penting yang dijalankan Abu Bakar r.a adalah kodifikasi Al-Qur’an yang mulia untuk menjaga dan melindungi sumber utama syari’at  beberapa sahabat penghafal Al-Qur’an dalam perang Yamamah.ketika itu , Umar khawatir jika Al-Qu’an hilang di tengah- tengah umat islam sehingga ia mengajukan usul kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan catatan ayat- ayat Al- Qur’an yang tercecer pada lempeng- lempeng batu, pada pelepah kurma, dan potongan- potongan kulit hewan. Abu bakar pun menyutujui usulan Umar.
Atas usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
Zaid ibn Tsabit menuturkan lebih lanjut bahwa Abu Bakar berkata kepadanya,”Engkau adalah laki- laki yang masih muda, cerdas dan kau menulis wahyu untuk Rasulullah saw. Carilah ayat- ayat Al- Qur’an dan kumpulkanlah”.
Zaid menuturkan pikiranya saat mendengar penugasan itu,”Demi Allah, seandainya ia menugasiku untuk memindahkan sebuah gunung, tidak lebih berat dibanding tugas untuk mengumpulkan Al- Qur’an. Maka setelah itu aku mengumpulkan Al-Qur’an dengan pelepah kurma, lempengan batu, dari ingatan orang- orang ,dari potongan kulit hewan, dan dari tulang belulang hingga saya dapatkan dua surat At- Taubah dari Khuzaimah bin Tsabit, yang tidak saya dapatkan dari orang lain, yakni surat at- Taubah ayat 128- 129.[7]
Mushaf yang dikumpulkan itu ada pada Abu Bakar hingga dia wafat, lalu disimpan pada Umar hingga ia wafat,dan kemudian berada di tangan Hafshah. Abu Ya’la meriwayatkan dari ali bin Abi thalib dia berkata : Orang yang paling besar pahalanya dalam masalah Al- qur’an adalah Abu Bakar. Abu Bakar adalah orang yang pertama kali menghimpun Al- Qur’an.[8]
4. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam 
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya.
Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki.
5. Meningkatkan kesejahteraan umat.
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan.
Abu Bakar As- Shidiq r.a dianggap orang pertama yang membuat Baitul Mal – Rumah perbendaharaan Negara. Abu Bakar memiliki Baitul Mal di Sunkhi yang tidak dijaga oleh seorangpun. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab
Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.[9]
Tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, dia ingin untuk memberikan kekhalifahanya pada seseorang sehingga diharapkan manusia tidak banyak terlibat konflik. Maka, jatuhlah pilihanya kepada Umar Bin Khattab. Dia meminta pertimbangan sahabat- sahabat senior. Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar. Maka diapun menulis wasiat untuk itu, lalu dia membaiat Umar. Beberapa hari setelah itu, Abu Bakar wafat. Ini terjadi pada bulan Jumadil akhir Tahun 13H / 634 M.[10]



 IV.            Kesimpulan
Abu Bakar adalah seorang manusia yang tenang dan penuh bijaksana. Perasaannya sangat halus, sehingga cepat larut dalam kesedihan. Meskipun demikian, didalam jiwanya yang lemah lembut itu tersembul suatu kekuatan dahsyat yang setiap kali meruntuhkan kebatilan. Ia tidak kenal kata-kata mundur, meski hanya sejengkal langkah.
Pendiriannya sangat kokoh dan tidak pernah ragu-ragu untuk mengambil suatu keputusan. Pribadinya yang agung telah mampu membina manusia-manusia menjadi perkasa serta menguak kemampuan mereka yang masih terpendam bagaikan permata yang belum tergosok. Mereka kemudian didorong dan diarahkan ke medan kebaikan sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT, sehingga kekuatan dan kemampuan mereka tidak sia-sia.




DAFTAR PUSTAKA
Haikal, Muhammad Husain. 2007. Biografi Abu Bakar ash-Shiddiq. Jakarta: Qisthi Press
Syalabi, A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta Pusat: Pustaka Al-Khusna
Muhammad, Husein. 1994. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mesir: Daarul Ma’arif
Al-Usairy, Ahmad . 2003. Sejarah Islam  Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX Penerj. Samson Rahman. Jakarta:AKBAR
Murad, Musthafa. 2007. Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shidiq. Jakarta: Zaman
As-Suyuthi, Imam. 2000. Tarikh Khulafa’ terje, Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar






[1] Muhammad Husain Haikal, Biografi Abu Bakar ash-Shiddiq, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm. 26-27
[2] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta Pusat: Pustaka Al-Khusna, 1983), hlm. 226-667
[3] Husein Muhammad, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, (Mesir: Daarul Ma’arif, 1994) , hlm. 335-336
[4] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 229-232
[6] Ahmad Al- Usairy, Sejarah Islam  Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX Penerj. Samson Rahman,(Jakarta:AKBAR, 2003), Hlm .148
[7] Musthafa Murad,Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shidiq, (Jakarta: Zaman, 2007), hlm.137-138
[8] Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’ terje, Samson Rahman, (jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000), hlm. 85-86
[9]http://hack-cyberz.blogspot.com/2012/11/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-abu.html
[10] Ahmad Al- Usairy, Sejarah Islam  Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX Penerj. Samson Rahman, hlm. 150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar