ARTIKEL
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Siroh Nabawiyah
Dosen
Pengampu : Bapak Ali Ashikin
Disusun Oleh:
Lathifatus
Syifa (103111121)
Mahfud Sazali (103111122)
Malikhah (103111123)
Maria Ulfa (103111124)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
ABU BAKAR
I.
PENDAHULUAN
Sejarah adalah suatu rujukan saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang
orang malas untuk melihat sejarah. Sehingga orang cenderung berjalan
tanpatujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu.
Disinilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi
sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang masa depan. Khulafa
al-Rasyidun sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi
Muhammad kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan saat kita
akanmelaksanakan sesuatu dimasa depan. Karena peristiwa yang terjadi sungguh
beragam. Dari mulai cara pengangkatan sebagai khalifah, sistem pemerintahan,
pengelolaanadministrasi, hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya.
Abu bakar Ash-Shiddiq merupakan khalifah pertama
dalam Khulafa al-Rasyidin. Sebagai kahlifah pertama, AbuBakar dihadapkan pada
keadaan masyarakatsepeninggal Muhammad SAW. Abu Bakar adalah
seorang manusia yang tenang dan penuh bijaksana. Perasaannya sangat halus,
sehingga cepat larut dalam kesedihan, bahkan cenderung bersifat lemah lembut.
Meskipun demikian, didalam jiwanya yang lemah lembut itu, tersembul kekuatan
dahsyat yang setiap kali dapat meruntuhkan kebatilan. Ia tidak kenal kata-kata
mundur, meski hanya sejengkal langkah. Pendiriannya sangat kokoh dan tidak
pernah ragu-ragu untuk mengambil suatu keputusan.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana
Biografi Abu Bakar Al-Shiddiq?
B. Bagaimana
Masa Pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq?
C. Apa
Kemajuan-Kemajuan yang telah dicapai oleh Pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq?
III.
PEMBAHASAN
A. Biografi
Abu Bakar
Abu
Bakar dilahirkan dengan nama Abdullah ibn Utsman (Abu Qahafah) ibn Amr ibn Ka’b
ibn Sa’d ibn Tamim ibn Murrah ibn Lu’ayy ibn Ghalib ibn Fihr al-Tamimi
al-Qurrasyi. Silsilah keturunannya bertemu dengan Nabi pada Murrah. Terlahir dari
seorang ayah bernama Abu Qahafah yang semula bernama Ustman ibn Amir. Sedangkan
ibunya bernama Umm al-Khair Salma bint Sakhr ibn Ka’b ibn Sa’d ibn Murrah.
Sebelum ia memeluk Islam, ia mendapat julukan dengan nama Abdul Ka’bah. Setelah
masuk Islam, ia mendapat julukan Abdullah. Asal mula julukan ini berawal dari
kenyataan bahwa ibunya setiap melahirkan anak laki-laki, pasti meninggal dunia.
Namun Abu Bakar lahir dan dikaruniai kehidupan, sehingga dia diberikan julukan
sebagai Abdul Ka’bah. Julukannya yang terkenal adalah Al-Shiddiq, yaitu yang
jujur dan yang membenarkan. Sebab, beliau selalu mengakui dan membenarkan Nabi
dalam segala hal yang beliau sampaikan. Selain itu, Al-Shidq selalu menghiasi
setiap ucapan dan tingkah lakunya sehari-hari.
Ketika
anak itu tumbuh menjadi remaja, namanya bertambah dengan julukan Atik yang
menandakan seolah-olah ia lepas dari kematian.
Tetapi menurut para ahli sejarah, “Atik”, bukanlah nama baginya,
melainkan sekedar julukan karena kulitnya yang putih.
Sejak
kecil Abu Bakar hidup seperti layaknya anak-anak lainnya di kota Mekkah. Pada
awal masa mudanya, ia menikah dengan Kutailah binti Abdul Uza. Perkawinan ini
membuahkan keturunan Abdullah dan Asma. Dari perkawinannya dengan Ummu Ruman
binti Uwaimir, Abu Bakar memiliki 2 anak, yakni Abdurrahman dan Aisyah. Ketika
berada di Madinah, Abu Bakar menikh dengan Habibah binti Kharijah serta Asma
binti Umais. Dari istri yang terakhir ini, Abu Bakar dikaruniai seorang anak,
yakni Muhammad.[1]
B. Masa
Pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq
Sesudah
rasulullah wafat, kaum ansor menghendaki agar orang yang akan jadi khalifah
dipilih dari antara mereka. Dalam pada itu, Abi Thalib mengingini agar Abu
Bakar yang diangkat menjadi khalifah berdasarkan kedudukan beliau dalam Islam,
apalagi beliau adalah menantu dan karib Nabi. Tetapi sebagian dari kaum
Muslimin menghendaki Abu Bakar, maka dipilihlah beliau menjadi khalifah.
Orang-orang
yang tadinya ragu-ragu, memberikan bai’ah kepada Abu Bakar, dikala golongan
terbanyak dari kaum Muslimin telah membai’ahnya segera pula memberikan
bai’ahnya. Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam
pidatonya itu, dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau jalankan.[2]
Pemerintahan
Abu Bakar tidaklah menggunakan kekuasaan Tuhan sebagaimana Firaun dari Mesir
atau bentuk pemerintahan lain yang dikenal di Eropa Tengah. Abu Bakar tidak
menggunakan kekuasaan Allah bagi dirinya, tetapi ia berkuasa atas dukungan
orang-orang yang membaiatnya. Sikap Abu Bakar yang tegas dalam menjaga ikatan
dengan kitab Allah swt serta dalam mengikuti jejak Rasulullah untuk
membersihkan diri dari segala kerakusan duniawi. Semua itu dilakukan atas dasar
keyakinan bahwa setiap pemimpin umat yang mengambil keuntungan pribadi, berarti
telah berbuat dzalim terhadap dirinya dan masyarakat.
Abu
Bakar mampu menahan diri sampai ada diantara generasi kita yang menganggapnya
kelewat batas. Kekuasaannya sebagai khalifah terhadap kaum mukminin tidaklah
merusak atau mengubah kehidupan pribadinya. Ia mengorbankan dirinya untuk menegakkan
keadilan yang bersih dari segala kebohongan. Ia selalu berupaya agar segala
perintah Allah SWT dapat dilaksanakan. Dan ia juga berusaha menciptakan
kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera dibawah keadilan Allah SWT.
Demikian
keadaan pemerintahannya. Didalamnya tidak dikenal kekuasaan mutlak, tidak ada
pula “wakil Tuhan”. Corak pemerintahannya teokrasi atau aristhokrasi. Tidak ada
kekhususan bagi kaum Muhajirin dan Ansor dalam memilih khalifah. Mereka
mengangkatnya demi keutuhan undang-undang yang sudah berlaku. Sistem
pemerintahan nyang lama akan habis masa berlakunya seiring dengan kepergian
personilnya. Sistem itu tidak diwariskan kepada siapapun, personilnya tidak
akan digantikan oleh lapisan yang lain.
Dalam
segala masaah, Abu Bakar menegakkan hukum berdasarkan musyawarah. Ia tidak
bertindak dalam masalah itu, sebelum bermusyawarah dengan pengikut-pengikutnya.
Ia pun tidak membeda-bedakan kaum satu dengan yang lain, baginyaa, kaum
muslimin memiliki kedudukan yang sama.[3]
C.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang
lebih dua tahun, antara lain:
1. Perbaikan sosial (masyarakat)
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan
stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para
penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan
membayar zakat).
Pada
masa pemerintahan Abu Bakar timbul orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku
dirinya Nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayarkan zakat. Orang-orang
yang disebutkan itu, muncul pada bagian terbesar di tanah Arab. Diantara
orang-orang yang mengaku dirinya menjadi nabi yang paling berbahaya ialah
Musailimatul Kazzab dari bani Hanifah di al Yamamah. Musailimah ini telah
mengaku menjadi nabi semenjak Rasulullah masih hidup. Ada juga Al-Aswad al
‘Ansi di Yaman, dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad. Diantara
pengikut-pengikut nabi-nabi palsu itu banyak yang mengetahui kepalsuan dan
kesesatan nabi-nabi palsu itu, namun mereka mau mendukung dan menggabungkan
diri kepada nabi-nabi palsu itu, hanyalah agar mereka jadi kuat untuk
menghadapi quraisy yang hendak memonopoli kekuasaan di tanah Arab.
Maka Abu Bakar bermusyawarah dengan para
sahabat dan kaum muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Didalam kesulitan memuncak inilah, kelihatan
kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar. Dengan tegas, dinyatakannya seraya
bersumpah, bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang telah meneyeleweng
dari kebenaran, biar yang murtad, maupun yang mengaku jadi nabi, ataupun yang
tidak mau membeyarkan zakat, sehingga semuanya kembali kepada kebenaran, atau
beliau gugur sebagai syahid dalam memperjuangkan kemuliaan agama Allah.
Ketegasan
Abu Bakar ini disambut dan didukung kuat oleh golongan terbesar dari kaum
muslimin atau oleh seluruh kaum muslimin. Dan orang-orang quraisy menyerahkan
putera-putera mereka untuk menjalankan perintah Abu Bakar ini.[4]
2. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam
Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.
Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan
wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan
dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua
adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium.[5]
Di Persia (Wilayah Timur) mendominasi wilayah yang sangat luas yang
meliputi Irak, bagian barat syam, bagian utara Jazirah Arab. Untuk melakukan
jihad di tempat itu, abu Bakar mengangkat Khalid bin Walid dan Mutsanna bin
Haritsah sebagai penglima. Mereka mampu memenangkan peperangan dan membuka
Hirah serta beberapa kota di Irak. Diantaranya adalah Anbar, Daumatul Jandal,
Faradh, dan yang lainnya. Setelah itu Khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada
Khalid bin Walid untuk bergabung dengan pasukan Islam di Syam.
Di Romawi (Wilayah Barat), Abu Bakar memberangkatkan pasukan- pasukan islam
sebagai berikut :
1. Pasukan di bawah pimpinan Yazid bin Abu Sufyan ke Damaskus
2. Pasukan di bawah pimpinan ‘Amr bin Ash ke Palestina
3. Pasukan di bawah pimpinan Syarahbil bin Hasanah ke Yordania
4. Pasukan di bawah pimpinanAbu Ubaidah ibnu- Jarrah ke Hims. Pasukan islam
saat itru berjumlah sekitar 12.000 pasukan. Sedangkan pasukan Ikrimah sebagai
pasukan cadangan berjumlah 6000 pasukan.
Pasukan Romawi menyambut kedatangan pasukan Islam itu dengan jumlah pasukan
240.000 personel.[6]
3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
Salah satu program penting yang dijalankan Abu Bakar r.a adalah kodifikasi
Al-Qur’an yang mulia untuk menjaga dan melindungi sumber utama syari’at beberapa sahabat penghafal Al-Qur’an dalam
perang Yamamah.ketika itu , Umar khawatir jika Al-Qu’an hilang di tengah-
tengah umat islam sehingga ia mengajukan usul kepada Abu Bakar untuk
mengumpulkan catatan ayat- ayat Al- Qur’an yang tercecer pada lempeng- lempeng
batu, pada pelepah kurma, dan potongan- potongan kulit hewan. Abu bakar pun
menyutujui usulan Umar.
Atas usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat
melaksanakan tugas tersebut, karena belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi
Muhammad SAW. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat
penghafal Al Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan
habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan
kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk
mengerjakan tugas pengumpulan itu.
Zaid ibn Tsabit menuturkan lebih lanjut bahwa Abu Bakar berkata
kepadanya,”Engkau adalah laki- laki yang masih muda, cerdas dan kau menulis
wahyu untuk Rasulullah saw. Carilah ayat- ayat Al- Qur’an dan kumpulkanlah”.
Zaid menuturkan pikiranya saat mendengar penugasan itu,”Demi Allah, seandainya
ia menugasiku untuk memindahkan sebuah gunung, tidak lebih berat dibanding
tugas untuk mengumpulkan Al- Qur’an. Maka setelah itu aku mengumpulkan
Al-Qur’an dengan pelepah kurma, lempengan batu, dari ingatan orang- orang ,dari
potongan kulit hewan, dan dari tulang belulang hingga saya dapatkan dua surat
At- Taubah dari Khuzaimah bin Tsabit, yang tidak saya dapatkan dari orang lain,
yakni surat at- Taubah ayat 128- 129.[7]
Mushaf yang dikumpulkan itu ada pada Abu Bakar hingga dia wafat, lalu
disimpan pada Umar hingga ia wafat,dan kemudian berada di tangan Hafshah. Abu
Ya’la meriwayatkan dari ali bin Abi thalib dia berkata : Orang yang paling
besar pahalanya dalam masalah Al- qur’an adalah Abu Bakar. Abu Bakar adalah
orang yang pertama kali menghimpun Al- Qur’an.[8]
4. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu
Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah
dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak
segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat
besar perhatiannya.
Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap
dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan
jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan
yang dimiliki.
5. Meningkatkan kesejahteraan umat.
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu
Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga
keuangan.
Abu Bakar As- Shidiq r.a dianggap orang pertama yang membuat Baitul Mal –
Rumah perbendaharaan Negara. Abu Bakar memiliki Baitul Mal di Sunkhi yang tidak
dijaga oleh seorangpun. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat
Nabi SAW yang digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu
didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin
Khattab
Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan
perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab
yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat.
Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas
nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena
itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.[9]
Tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah,
dia ingin untuk memberikan kekhalifahanya pada seseorang sehingga diharapkan
manusia tidak banyak terlibat konflik. Maka, jatuhlah pilihanya kepada Umar Bin
Khattab. Dia meminta pertimbangan sahabat- sahabat senior. Mereka semua
mendukung pilihan Abu Bakar. Maka diapun menulis wasiat untuk itu, lalu dia
membaiat Umar. Beberapa hari setelah itu, Abu Bakar wafat. Ini terjadi pada
bulan Jumadil akhir Tahun 13H / 634 M.[10]
IV.
Kesimpulan
Abu
Bakar adalah seorang manusia yang tenang dan penuh bijaksana. Perasaannya
sangat halus, sehingga cepat larut dalam kesedihan. Meskipun demikian, didalam
jiwanya yang lemah lembut itu tersembul suatu kekuatan dahsyat yang setiap kali
meruntuhkan kebatilan. Ia tidak kenal kata-kata mundur, meski hanya sejengkal
langkah.
Pendiriannya
sangat kokoh dan tidak pernah ragu-ragu untuk mengambil suatu keputusan.
Pribadinya yang agung telah mampu membina manusia-manusia menjadi perkasa serta
menguak kemampuan mereka yang masih terpendam bagaikan permata yang belum
tergosok. Mereka kemudian didorong dan diarahkan ke medan kebaikan sebagaimana
diperintahkan oleh Allah SWT, sehingga kekuatan dan kemampuan mereka tidak
sia-sia.
DAFTAR
PUSTAKA
Haikal,
Muhammad Husain. 2007. Biografi Abu Bakar
ash-Shiddiq. Jakarta: Qisthi Press
Syalabi,
A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Jakarta Pusat: Pustaka Al-Khusna
Muhammad,
Husein. 1994. Khalifah Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Mesir: Daarul Ma’arif
Al-Usairy,
Ahmad . 2003. Sejarah Islam Sejak
Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX Penerj. Samson Rahman. Jakarta:AKBAR
Murad,
Musthafa. 2007. Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shidiq. Jakarta: Zaman
As-Suyuthi,
Imam. 2000. Tarikh Khulafa’ terje, Samson Rahman. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
[1] Muhammad Husain Haikal, Biografi Abu Bakar ash-Shiddiq,
(Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm. 26-27
[2] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta
Pusat: Pustaka Al-Khusna, 1983), hlm. 226-667
[3] Husein Muhammad, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, (Mesir:
Daarul Ma’arif, 1994) , hlm. 335-336
[4] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm.
229-232
[6] Ahmad Al- Usairy, Sejarah Islam
Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX Penerj. Samson Rahman,(Jakarta:AKBAR,
2003), Hlm .148
[7] Musthafa Murad,Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shidiq, (Jakarta:
Zaman, 2007), hlm.137-138
[8] Imam
As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’ terje, Samson Rahman, (jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2000), hlm. 85-86
[9]http://hack-cyberz.blogspot.com/2012/11/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-abu.html
[10] Ahmad Al- Usairy, Sejarah Islam
Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX Penerj. Samson Rahman, hlm. 150
Tidak ada komentar:
Posting Komentar