PROTOTIPE PESANTREN
RAMAH PEREMPUAN DAN ANAK
(Studi Kasus di
Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus)
“Ngumati wong wedhok iku abot”
(menjaga perempuan itu sangat berat), itulah sepetik pesan dari guru Kyai
Basyir yaitu Kyai Yasin. Beliau mewanti- wanti agar kelak ketika mendirikan
pesantren khusus diperuntukkan bagi santri laki- laki. Alasanya, santri putra
hanya membutuhkan fasilitas asrama (pondok), namun, apabila santri putri tidak
hanya butuh asrama tapi juga memerlukan
penjagaan dan pengawasan yang ketat. Pesan ini pun akhirnya dijalankan oleh
kyai Ahmad Basyir sebagai bentuk ta’dzim (penghormatan)
kepada sang Guru. Awal berdirinya pesantren Darul Falah beliau mendirikan
pondok pesantren laki- laki.
Akan
tetapi, lambat laun, dalam perkembangan waktu Kyai Basyir menghadapi kenyataan
bahwa banyak orang tua menitipkan putri- putrinya kepada beliau untuk dididik
di Pondok. Dan akhirnya, sang Kyai pun menyadari bahwa anak perempuan juga
perlu mendapat pendidikan di pesantren. Ponpes ini juga pernah dijadikan tempat
penampungan atau rumah singgah bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Potret
inilah, yang makin membulatkan tekad KH. Ahmad Basyir untuk mendirikan bahkan
menambah dan memperluas ponpes putri yang menanamkan benih ramah terhadap
perempuan dan anak. Anak dalam hal ini juga wajib kita lindungi karena anak
merupakan titipan dari sang Ilahi yang perlu kita didik dan mengajari tentang
ilmu agama agar kelak tidak memiliki pengetahuan yang dangkal tentang agam
Islam.
Dalam
surat Al- Ahzab ayat 35 telah ditegaskan bahwa “Sesungguhnya laki- laki dan perempuan yang muslim, laki- laki dan perempuan
yang mukmin, laki- laki dan perempuan
yang tetap dalam ketaatannya, laki- laki dan perempuan yang benar, laki-
laki dan perempuan yang sabar, laki- laki dan perempuan yang khusyuk, laki-
laki dan perempuan yang bersedekah, laki- laki dan perempuan yang berpuasa,
laki- laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki- laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” Dari arti ayat diatas mencakup
keseluruhan antara kaum laki- laki dan perempuan, tanpa ada perbedaan. Yang
membedakan hanya sisi ketaqwaan dihadapan Allah.
Ponpes
DAFA (Darul Falah) sampai sekarang mengelola dua pondok untuk putra dan dua
pondok untuk putri. menurut cerita dahulu
Ponpes putri ini merupakan
pesantren putri pertama kali yang didirikan diwilayah Jekulo (Kudus Timur).
karena masyarakat daerah Jekulo terkenal dengan cap memarjinalkan perempuan.
Dari laporan hasil Riset Partisipatoris Pusat Gender IAIN Walisongo Semarang
tahun 2004-2005 yang juga pernah menyambangi Ponpes DAFA menyebutkan bahwa
Ponpes yang beralamat di Jl. Sewonegoro no. 25-29 ini berada diwilayah yang
memiliki culture yang tidak memberi ruang gerak bagi perempuan, bahkan
perempuan dlarang memasuki masjid di lingkungna pesantren, tepatnya di Masjid
Baitus Salam terdapat tulisan dengan menggunakan huruf arab pegon “di masjid ini tidak ada tempat
untuk perempuan”.
Faktanya,
Ponpes putri Darul falah oleh pengasuhnya Kyai Basyir pun melakukan tindakan
menyimpang diluar adat setempat. Walaupun sempat mendapatkan penolakan dari
kalangan masyarakat toh tidak membuat Kyai Basyir mendirikan ponpes
putrid karena beliau meyakini bahwa dalam Agama Islam tidak ada yang membedakan
antara laki- laki dan perempuan dalam hal beribadah dan mencari ilmu. Dalam surat
Adzariyat ayat 56 disebutkan bahwa Allah menciptakan jin dan manusia melainkan
hanya beribadah kepada-Nya.
Santri
Ponpes Darul Falah berjumlah 227 santri putra dan 324 santri putri (data per
tanggal 18 juli 2012). Terdapat 4 kompleks pondok pesantren dua untuk putra dan
dua untuk putrid. Dan banyak pula didominasi oleh anak sekolah atau kuliah.
Dari data diatas jelas bahwa pesantren DAFA lebih banyak diisi perempuan dan
usia anak. Kondisi ini tentunya membutuhkan perhatian besar untuk menjaga dan
melindungi perempuan dan anak dari tindakan yang memang tidak sepatutnya
didapatkan oleh mereka dalam hal ini adalah
bentuk kekerasan dan pelecehan.
Langkah
proaktif Perlindungan perempuan dan anak
secara rill nyata untuk menghindari tindak kekerasan (pelecehan seksual) adalah
pengasuh selalu “wanti- wanti” (berpesan dengan sungguh- sungguh) kepada santri
agar saling mengingatkan. Kyai badhawi selaku pengasuh ponpes putri menuturkan bahwa beliau selalu meyampaikan
bahwa santri itu dianggap bagian dari keluarga besar, jadi harus saling
mengingatkan. Atau istilah lain adalah Open
Management, disini santri dapat menyampaikan keluh kesah kepada pengasuh
secara langsung melalui surat agar pengasuh mengetahui problem para santri
putri. Karena Kyai menyadari mereka tidak mungkin berani menyampaikan kritik
secara lisan kepada Sang Kyai.
Tidak
hanya itu, kerjasama antar pengurus kamar pun diperlukan, salah satunya dengan
menyediakan kotak saran dimasing- masing kamar agar santri bisa menyampaikan
masalah maupun kritikannya kepada pengurus. Mekanisme dalam pembahasan atau
penyelesaian adalah santri – pengurus kamar – pengurus – pengasuh. Langkah selanjutnya
dapat dilakukan dengan memberikan
hak-haknya dengan men-setting tempat/ruang
penerimaan tamu. Ruang ini dibentuk transparan dengan model tembok kaca dan
pintu selalu terbuka sehingga bisa dilihat oleh siapapun. Disamping itu, cara
sowan kepada kyai dan saat menerima tamu harus didampingi oleh teman merupakan
salah satu cara mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan.
Lokasi
pemisahan antara pesantren putra dan putri pun sangat diperhatikan. Ini juga
dapat mencegah terjadinya kekerasan pada santri perempuan dan anak. Pengasuh
juga menetapkan syarat – syarat ketat bagi calon uztads yang akan mengajar di
ponpes Darul Falah. Ponpes ini juga berusaha menggali potensi- potensi yang
dimiliki oleh perempuan, misalnya mengadakan pembelajaran MTQ, dalam Islam
suara wanita adalah aurot, akan tetapi, ponpes ini memberikan wadah. Karena
laki- laki dan perempuan mendapat ilmu pengetahuan yang sama, kita tidak bisa
hanya memahami tafsir secara teks, tapi secara kontekstualah yang dapat relevan
di era modern ini.
Dukungan
dari stakeholder dalam hal ini adalah
para santri pun tidak luput untuk menjadikan ponpes
ramah perempuan dan anak sebagai prototype (bentuk asli) Pesantren Darul Falah
selain pengasuh dan pengurus tentunya, kerjasama yang apik sangat diperlukan. Meskipun
Kyai memberlakukan sistem open management
tapi, itu tidak menjadikan santri melawan Kyai, malah sebaliknya mereka
sangat menghormati Kyai dan memandang Kyai dengan penuh kewibawaan. Sikap ini
juga dapat membatasi perilaku santri
untuk melakukan kekerasan kepada perempuan dan anak.
Control
diri dalam santri merupakan peran penting untuk menghindarkan kekerasan
terhadap santri putri. Dalam rapat antara santri putra dan putri juga
diberlakukan sikap ketat, hanya ketika ada kegiatan di pesantren saja. Aturan
lainnya adalah dilarangnya pacaran atau perbuatan lain yang berpotensi
menimbulkan terjadinya tindak kekerasan terhadap santri putri. Nilai ramah
perempuan dan anak juga terlihat dalam bentuk dan proses persidangan penjatuhan
ta’zir.langkah- langkah atau aturan yang tertera diatas semata- mata memang
bertujuan untuk melindungi kaum perempuan dan anak yang rawan kekerasan.
Dalm
buku Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam karya Siti
Muslikhati pada bab V menjelaskan
tentang pola relasi antara laki- laki dan perempuan dalam perspektif Islam
bahwa antara keduanya memiliki peran, tugas, hak dan tanggung jawab masing-
masing dalam kancah kehidupan secara adil dan harmonis. Dalam surat Al- Baqoroh
ayat 30 menyebutkan bahwa Wanita dan Pria diciptakan oleh Allah sebagai mitra
yang diberi tanggung jawab untuk melestarikan jenis manusia dan memelihara
kehidupan. Keduanya juga diberi tanggung jawab untuk mengelola alam semesta
beserta seluruh isinya.
Ayat
diatas jelas membicarakan tentang pemeliharaan laki- laki dan perempuan dalam
kehidupan untuk memperbanyak keturunan, akan tetapi dalam merealisasikan tujuan
tersebut dengan jalan yang dihalalkan oleh syari’at Islam yaitu perkawinan yang
sah menurut syari’ah Islam. Selain sebagai mitra, Allah telah membagi peran,
tanggung jawab laki- laki dan perempuan sesuai dengan karakteristiknya. Mereka
mempunyai tugas yang harus dijalankan dalam kehidupan di dunia misalnya, laki-
laki bertindak sebagai pemimpin keluarga dan mencari nafkah dan perempuan sebagai
istri yang mengurusi anak mereka dengan penuh kasih sayang,laki- laki dan
perempuan adalah pasangan yang saling melengkapi dan menjalankan tugas dan
peran masing- masing, maka sesungguhnya tidak ada diskriminasi antara laki-
laki dan perempuan.
Dalam
hal ini yang menyamakan mereka adalah sisi ketaqwaan di hadapan Allah SWT
sebagai hamba yang beriman. Pada akhirnya, laki- laki dan perempuan berhak
memperoleh pendidikan yang sepadan. Pendidikan yang nantinya akan membawa
mereka kepada insan kamil yang dimuliakan Allah. Dan Allah telah membagi tugas
dan peran antara laki- laki dan perempuan, menurut kemampuan yang diberikan
oleh Allah Swt untuk menciptakan harmonisasi kehidupan yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar