Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 12 Juni 2013

Review Buku

-->
PROTOTIPE PESANTREN RAMAH PEREMPUAN DAN ANAK
(Studi Kasus di Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus)
By : Syifa Julleaa 

“Ngumati wong wedhok iku abot” (menjaga perempuan itu sangat berat), itulah sepetik pesan dari guru Kyai Basyir yaitu Kyai Yasin. Beliau mewanti- wanti agar kelak ketika mendirikan pesantren khusus diperuntukkan bagi santri laki- laki. Alasanya, santri putra hanya membutuhkan fasilitas asrama (pondok), namun, apabila santri putri tidak hanya butuh asrama tapi juga  memerlukan penjagaan dan pengawasan yang ketat. Pesan ini pun akhirnya dijalankan oleh kyai Ahmad Basyir sebagai bentuk ta’dzim (penghormatan) kepada sang Guru. Awal berdirinya pesantren Darul Falah beliau mendirikan pondok pesantren laki- laki.
Akan tetapi, lambat laun, dalam perkembangan waktu Kyai Basyir menghadapi kenyataan bahwa banyak orang tua menitipkan putri- putrinya kepada beliau untuk dididik di Pondok. Dan akhirnya, sang Kyai pun menyadari bahwa anak perempuan juga perlu mendapat pendidikan di pesantren. Ponpes ini juga pernah dijadikan tempat penampungan atau rumah singgah bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Potret inilah, yang makin membulatkan tekad KH. Ahmad Basyir untuk mendirikan bahkan menambah dan memperluas ponpes putri yang menanamkan benih ramah terhadap perempuan dan anak. Anak dalam hal ini juga wajib kita lindungi karena anak merupakan titipan dari sang Ilahi yang perlu kita didik dan mengajari tentang ilmu agama agar kelak tidak memiliki pengetahuan yang dangkal tentang agam Islam.
Dalam surat Al- Ahzab ayat 35 telah ditegaskan bahwa “Sesungguhnya laki- laki dan perempuan yang muslim, laki- laki dan perempuan yang mukmin, laki- laki dan perempuan  yang tetap dalam ketaatannya, laki- laki dan perempuan yang benar, laki- laki dan perempuan yang sabar, laki- laki dan perempuan yang khusyuk, laki- laki dan perempuan yang bersedekah, laki- laki dan perempuan yang berpuasa, laki- laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki- laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” Dari arti ayat diatas mencakup keseluruhan antara kaum laki- laki dan perempuan, tanpa ada perbedaan. Yang membedakan hanya sisi ketaqwaan dihadapan Allah.
Ponpes DAFA (Darul Falah) sampai sekarang mengelola dua pondok untuk putra dan dua pondok untuk putri. menurut cerita dahulu  Ponpes putri ini  merupakan pesantren putri pertama kali yang didirikan diwilayah Jekulo (Kudus Timur). karena masyarakat daerah Jekulo terkenal dengan cap memarjinalkan perempuan. Dari laporan hasil Riset Partisipatoris Pusat Gender IAIN Walisongo Semarang tahun 2004-2005 yang juga pernah menyambangi Ponpes DAFA menyebutkan bahwa Ponpes yang beralamat di Jl. Sewonegoro no. 25-29 ini berada diwilayah yang memiliki culture yang tidak memberi ruang gerak bagi perempuan, bahkan perempuan dlarang memasuki masjid di lingkungna pesantren, tepatnya di Masjid Baitus Salam terdapat tulisan dengan menggunakan huruf arab pegon “di masjid ini tidak ada tempat untuk perempuan”.
Faktanya, Ponpes putri Darul falah oleh pengasuhnya Kyai Basyir pun melakukan tindakan menyimpang diluar adat setempat. Walaupun sempat mendapatkan penolakan dari kalangan masyarakat toh tidak membuat Kyai Basyir mendirikan ponpes putrid karena beliau meyakini bahwa dalam Agama Islam tidak ada yang membedakan antara laki- laki dan perempuan dalam hal  beribadah dan mencari ilmu. Dalam surat Adzariyat ayat 56 disebutkan bahwa Allah menciptakan jin dan manusia melainkan hanya beribadah kepada-Nya.
Santri Ponpes Darul Falah berjumlah 227 santri putra dan 324 santri putri (data per tanggal 18 juli 2012). Terdapat 4 kompleks pondok pesantren dua untuk putra dan dua untuk putrid. Dan banyak pula didominasi oleh anak sekolah atau kuliah. Dari data diatas jelas bahwa pesantren DAFA lebih banyak diisi perempuan dan usia anak. Kondisi ini tentunya membutuhkan perhatian besar untuk menjaga dan melindungi perempuan dan anak dari tindakan yang memang tidak sepatutnya didapatkan oleh mereka dalam hal ini adalah  bentuk kekerasan dan pelecehan.
Langkah proaktif  Perlindungan perempuan dan anak secara rill nyata untuk menghindari tindak kekerasan (pelecehan seksual) adalah pengasuh selalu “wanti- wanti” (berpesan dengan sungguh- sungguh) kepada santri agar saling mengingatkan. Kyai badhawi selaku pengasuh ponpes putri  menuturkan bahwa beliau selalu meyampaikan bahwa santri itu dianggap bagian dari keluarga besar, jadi harus saling mengingatkan. Atau istilah lain adalah Open Management, disini santri dapat menyampaikan keluh kesah kepada pengasuh secara langsung melalui surat agar pengasuh mengetahui problem para santri putri. Karena Kyai menyadari mereka tidak mungkin berani menyampaikan kritik secara lisan kepada Sang Kyai.
Tidak hanya itu, kerjasama antar pengurus kamar pun diperlukan, salah satunya dengan menyediakan kotak saran dimasing- masing kamar agar santri bisa menyampaikan masalah maupun kritikannya kepada pengurus. Mekanisme dalam pembahasan atau penyelesaian adalah santri – pengurus kamar – pengurus – pengasuh. Langkah selanjutnya dapat dilakukan  dengan memberikan hak-haknya dengan men-setting tempat/ruang penerimaan tamu. Ruang ini dibentuk transparan dengan model tembok kaca dan pintu selalu terbuka sehingga bisa dilihat oleh siapapun. Disamping itu, cara sowan kepada kyai dan saat menerima tamu harus didampingi oleh teman merupakan salah satu cara mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan.
Lokasi pemisahan antara pesantren putra dan putri pun sangat diperhatikan. Ini juga dapat mencegah terjadinya kekerasan pada santri perempuan dan anak. Pengasuh juga menetapkan syarat – syarat ketat bagi calon uztads yang akan mengajar di ponpes Darul Falah. Ponpes ini juga berusaha menggali potensi- potensi yang dimiliki oleh perempuan, misalnya mengadakan pembelajaran MTQ, dalam Islam suara wanita adalah aurot, akan tetapi, ponpes ini memberikan wadah. Karena laki- laki dan perempuan mendapat ilmu pengetahuan yang sama, kita tidak bisa hanya memahami tafsir secara teks, tapi secara kontekstualah yang dapat relevan di era modern ini.
Dukungan dari stakeholder dalam hal ini adalah para santri  pun tidak luput untuk menjadikan ponpes ramah perempuan dan anak sebagai prototype (bentuk asli) Pesantren Darul Falah selain pengasuh dan pengurus tentunya, kerjasama yang apik sangat diperlukan. Meskipun Kyai memberlakukan sistem open management tapi, itu tidak menjadikan santri melawan Kyai, malah sebaliknya mereka sangat menghormati Kyai dan memandang Kyai dengan penuh kewibawaan. Sikap ini juga dapat membatasi perilaku  santri untuk melakukan kekerasan kepada perempuan dan anak.
Control diri dalam santri merupakan peran penting untuk menghindarkan kekerasan terhadap santri putri. Dalam rapat antara santri putra dan putri juga diberlakukan sikap ketat, hanya ketika ada kegiatan di pesantren saja. Aturan lainnya adalah dilarangnya pacaran atau perbuatan lain yang berpotensi menimbulkan terjadinya tindak kekerasan terhadap santri putri. Nilai ramah perempuan dan anak juga terlihat dalam bentuk dan proses persidangan penjatuhan ta’zir.langkah- langkah atau aturan yang tertera diatas semata- mata memang bertujuan untuk melindungi kaum perempuan dan anak yang rawan kekerasan.
Dalm buku Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam karya Siti Muslikhati pada  bab V menjelaskan tentang pola relasi antara laki- laki dan perempuan dalam perspektif Islam bahwa antara keduanya memiliki peran, tugas, hak dan tanggung jawab masing- masing dalam kancah kehidupan secara adil dan harmonis. Dalam surat Al- Baqoroh ayat 30 menyebutkan bahwa Wanita dan Pria diciptakan oleh Allah sebagai mitra yang diberi tanggung jawab untuk melestarikan jenis manusia dan memelihara kehidupan. Keduanya juga diberi tanggung jawab untuk mengelola alam semesta beserta seluruh isinya.
Ayat diatas jelas membicarakan tentang pemeliharaan laki- laki dan perempuan dalam kehidupan untuk memperbanyak keturunan, akan tetapi dalam merealisasikan tujuan tersebut dengan jalan yang dihalalkan oleh syari’at Islam yaitu perkawinan yang sah menurut syari’ah Islam. Selain sebagai mitra, Allah telah membagi peran, tanggung jawab laki- laki dan perempuan sesuai dengan karakteristiknya. Mereka mempunyai tugas yang harus dijalankan dalam kehidupan di dunia misalnya, laki- laki bertindak sebagai pemimpin keluarga dan mencari nafkah dan perempuan sebagai istri yang mengurusi anak mereka dengan penuh kasih sayang,laki- laki dan perempuan adalah pasangan yang saling melengkapi dan menjalankan tugas dan peran masing- masing, maka sesungguhnya tidak ada diskriminasi antara laki- laki dan perempuan.
Dalam hal ini yang menyamakan mereka adalah sisi ketaqwaan di hadapan Allah SWT sebagai hamba yang beriman. Pada akhirnya, laki- laki dan perempuan berhak memperoleh pendidikan yang sepadan. Pendidikan yang nantinya akan membawa mereka kepada insan kamil yang dimuliakan Allah. Dan Allah telah membagi tugas dan peran antara laki- laki dan perempuan, menurut kemampuan yang diberikan oleh Allah Swt untuk menciptakan harmonisasi kehidupan yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar