Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 12 Juni 2013

Lembaga Dakwah Islam Indonesia


LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:  Perkembangan Pemikiran Islam
Dosen Pengampu: Prof. Achmadi

Disusun oleh:

Khafidhoh Luthfiana                  (103111119)
Lailatul Hidayah                        (103111120)
Lathifatus Syifa                          (103111121)
Mahfud Sadzali                         (103111122)
Malihah                                    (103111123)
Maria Ulfa                                (103111124)
Maulida Khoirun Ni’mah          (103111125)
Mualifin                                    (103111126)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA

I.        PENDAHULUAN
Dalam sejarah Islam Indonesia terdapat polarisasi umat Islam yang amat kaya. Sejak zaman kemerdekaan, Islam sudah menunjukkan beraneka ragam wajah, yang di presentasikan oleh ormas maupun orpol. Oleh para pengantar Islam keragaman ini di identifikasikan dengan berbagai nama atau lebel. Ada Islam tradisional, yaitu agama Islam yang cara pelaksanaannya masih dicampur dengan tradisi-tradisi daerah setempat, Islam modernis yaitu Islam sangat modern dengan menggunakan logika untuk menyikapi berbagai masalah yang ada dalam Islam dan berdasarkan Alquran hadist. Islam puritan (murni), Islam ekstrem, Islam abangan, Islam nasionalis dan lain sebagainya. Adanya sekian sebutan di atas-meskipun bukan berarti terdapat polarisasi yang tegas, namun cukup menjelaskan pluralitas umat muslim di Indonesia (Imdadun R, 2005:130).
Di kalangan umat beragama di Indonesia terdapat aliran-aliran agama : yang diantaranya dianggap menyimpang oleh beberapa masyarakat muslim di Indonesia, sepertihalnya yang di ungkapkan oleh Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya tentang aliran dan paham sesat di Indonesia. Ada banyak paham sesat diantaranya Ingkar sunnah, Ahmadiyah, Jama’ Tabligh, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan lain- lain. Akan tetapi, dalam makalah ini akan dijelaskan lebih jauh tentang paham sempalan LDII.

II.        RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana Sejarah Berdirinya Lembaga Dakwah Islam Indonesia?
B.       Bagaimanakah Bentu-Bentuk Pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia?
C.       Bagaimanakah Perkembangan Pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia?



III.        PEMBAHASAN
A.       Latar Belakang Dan Sejarah Berdirinya Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Gerakan keagamaan Islam kontemporer di Indonesia dilatarbelakangi beberapa faktor laten, yaitu: pertama, keinginan melakukan pemurnian ajaran Islam. kedua, ingin mendobrak kemapanan dalam beragama terutama terhadap struktur taqlid berbagai kelompok masyarakat Islam selama ini. Mereka menghendaki agar setiap anggota masyarakat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, terutama dalam rangka memahami ajaran agama. Oleh sebab itu, para pengikut gerakan-gerakan tersebut didorong untuk menggali ajaran Islam secara bebas dari sumbernya, tanpa harus terpaku pada interpretasi para tokoh agama yang oleh kebanyakan orang dianggap telah mapan. Ketiga, gerakan keagamaan itu berkeinginan menciptakan masyarakat ideal. Dalam pandangan gerakan ini, masyarakat ideal yang dimaksud adalah masyarakat yang diatur melalui kepemimpinan tunggal. Juga, masyarakat ideal dalam bayangan gerakan keagamaan itu adalah masyarakat yang terbebaskan dari pengaruh barat. Dari alasan ini, gerakan keagamaan kontemporer menawarkan Islam sebagai alternatif. Dalam pandangan mereka, ajaran Islam memiliki totalitas, dalam arti bahwa Islam bukan hanya ajaran yang menyangkut sistem kepercayaan dan ritus semata, melainkan ajaran yanga meliputi aqidah, syari’at, dan nizham (way of life).[1]
Pada usia 30 tahun, Nurhasan Al-Ubaedah mulai berada di Mekah, sampai 10 tahun lamanya. Dua perguruan yang ditinggali Nurhasan Al-Ubaedah selama belajar agama di Mekah adalah Rukbat Naqsyabaniiah (nama ini tidak ada hubungannya dengan tarekat naqsyabandiah) dan sebuah perguruan di Desa Syamiah. Madrasah yang bernama Darul Hadits adalah tempat di mana ia mendalami Al-Qur’an dan Hadits. Guru yang ia ikuti adalah Syekh Abu Samah dari Mesir, disamping itu juga berguru kepada Syekh Abu Umar Hamdan.
Madrasah Darul Hadits, tempat di mana Nurhasan Al-Ubaedah cukup lama belajar agama, nampaknya yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikirannya. Di pesantren tersebut konon mulai tertanam fanatisme yang mendalam terhadap ajaran-ajaran kebenaran sesuai dengan petunjuk al-qura’an dan Hadits Nabi SAW. hingga pada saatnya Nurhasan al-Ubaedah kembali ke tanah air, hanya ajaran dari kedua sumber itulah, hampir tidak ada yang lain lagi yang dijadikan pegangan dalam rangka mengamalkan agamanya dan menyebarluaskan pengetahuannya.[2]
Perbedaan dengan kelompok  Islam lainnya terletak pada pemahaman terhadap beberapa nash al-qur’an dan hadits nabi SAW, terutama yang menyangkut soal kepemimpinana ummat (keamiran), bai’at dan arti Islam. Tumbuhnya perbedaan tersebut diawali oleh penilaian terhadap kondisi obyektif ummat, yanga sering diungkapkan Kyai Nurhasan Al-Ubaedah-selaku pendiri Islam Jama’ah kepada para kolega dan murid-muridnya. Menurutnya, umat Islam di Indonesia sudah lama terpecah-pecah menjadi sekian banyak golongan. Keadaan ini katanya tepat dengan diramalkan oleh Rasulullah SAW, bahwa ”pada suatu saat nanti ummatku akan terpecah-pecah menjadi 71 golongan. Dari sekian banyak golongan itu tidak ada yang selamat kecuali satu, yakni yang berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnahku”. Sepengetahuan Nurhasan tidak ada satu kelompok Islampun yang menunjukkan sebagai pengamal Qur’an dan Sunnah Nabi secara murni. Adapun kesalahan umat ia tunjukkan, antara lain: Pertama, terlalu berbelit-belitnya pendefinisian tentang Islam. kedua, kesalahan umat Islam adalah tidak bisa mencetak pemimpin yang layak dihormati dan dipercaya sebagai seorang amir.[3]
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) ini adalah nama baru dari sebuah aliran sesat terbesar di Indonesia, yang selama ini sudah sering berganti nama karena sering dilarang oleh pemerintah Indonesia. Lembaga ini didirikan oleh mendiang Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa), pada awalnya bernama Darul Hadits, pada tahun 1951. Karena ajarannya meresahkan masyarakat Jawa Timur, maka Darul Hadits dilarang oleh PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur. Setelah di larang, Darul Hadits itu berganti nama dengan Islam Jama’ah. Waktu aliran sesat ini berganti nama dengan Islam Jama’ah, banyak artis-artis terkenal di ibu kota (Jakarta) yang masuk ke dalam ajaran sesat ini, diantaranya Bunyamin S, Ida Royani, Kinan Nasution dan lain-lin. Para artis dan penyanyi itu masuk aliran sesat ini karena tertarik dengan ajaran tebus dosanya.[4]
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) didirikan di Surabaya pada tanggal, 3 Januari 1972, setelah mengalami perubahan nama dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia, yaitu Lemkari, namun dengan nama Organisasi Karatido Indonesia. langkah itu merupakan realisasi keputusan musyawarah besar IV Lekari di Jakarta 1990. Lemkari itu sendiri merupakan organisasi baru sebagai wadah kegiatan organisasi Islam Jamaah yang telah dibubarkan oleh oleh Kejaksaan Agung Pada 1971. Islam Jamaah itu sendiri merupaka nama baru setelah sebelumnya lebih dikenal  dengan nama Darul Hadits, yang telah dibubarkan. Sementara itu mereka di Jawa Tengah telah pula mendirikan Yakari (Yayasan Karyawan Islam) pada 1972, untuk tujuan yang sama. Di kemudian hari organisasi ini bergabung dengan Golkar. Tidak bisa dipungkiri bahwa LDII pada hakikatnya tetap sama dengan ajaran Islam Jamaah, yang didirikan oleh Nurhasan Al-Ubaidah.[5]

B.       Bentuk-Bentuk Pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Pokok-pokok ajaran LDII yaitu :
1.        Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tua sekalipun.
2.        Kalau ada orang di luar kelompok mereka melakukan shalat di masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.
3.        Wajib taat kepada amir atau imam. Tidak ada Islam tanpa jama’ah, tidak ada jama’ah tanpa keamiran, tidak ada keamiran tanpa ketaatan.”
4.        Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati jahiliyyah (mati kafir).
5.        Al-Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari mulut imam atau amir mereka). Yang keluar/diucapkan oleh mulut-mulut yang bukan imam/amir mereka maka haram untuk diikuti. “Barang siapa berkata mengenai kitab Allah dengan pendapatnya (tanpa ilmu), maka dia salah walau benar.”
6.        Haram mengaji Al-Qur’an dan Hafizd kecuali kepada imam/amir mereka.
7.        Dosa bisa ditebus kepada sang amir/imam, dan besarnya tebusan tergantung besar-kecilnya dosa yang diperbuat, sedangkan yang menentukannya adalah imam/amir.
8.        Harus rajin membayar infaq, shadaqah dan zakat kepada amir/imam mereka, dan haram menegluarkannya kepada orang lain.
9.        Harta benda di luar kelompok mereka diamggap halal untuk diambil atau dimiliki walaupun dengan cara bagaimanapun memperolehnya seperti mencuri, merampok, korupsi, menipu, dan lain-lain, asal tidak ketahuan/tertangkap. Dan kalau berhasil menipu orang Islam di luar golongan mereka, dianggap berpahala besar.   “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ...........”(al-Baqarah:29).
10.    Bila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII lalu ketahuan, maka salahnya bukan mencurinya itu, tetapi kenapa mencuri kok ketahuan.
11.    Harta, uang zakat, infaq, shadaqah yang sudah diberikan kepada amir/imam, haram ditanyakan kembali catatannya atau digunakan kemana uang zakar tersebut.
12.    Haram membagikan daging qurban atau zakat fitrah kepada orang Islam di luar kelompok mereka.
13.    Haram shalat di belakang imam yang bukan kelompok mereka, kalaupun terpaksa sekali, tidak usah berwudhu karena shalatnya harus diulang kembali.
14.    Haram nikah dengan orang di luar kelompok.
15.    Perempuan LDII kalau mau bertamu ke rumah orang yang bukan kelompok mereka, maka memilih waktu pada saat  haid, karena badan dalam keadaan kotor sehingga ketika di rumah non LDII yang dianggap najis itu tidak perlu dicuci lagi.
16.    Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang bertamu di rumah mereka, maka bekas tempat duduknya dianggap kena najis.[6]

C.       Perkembangan Pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Seiring dengan berjalannya waktu, lambat laun pemikiran sesat LDII sedikit demi sedikit berubah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai aspek diantaranya :
1.      LDII Tak Lagi Menutup Diri, seperti yang termuat dalam surat kabar Bandung “Galamedia” menyatakan bahwa keberadaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai salah satu ormas Islam, kini tidak lagi menjadi ormas yang eksklusif. LDII lebih membuka diri kepada siapa pun, khususnya dalam menyampaikan dakwah.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LDII Jawa Barat, H. Bahrudin, M.M. Menurutnya, masih adanya anggapan masyarakat yang menyebutkan LDII umumnya mereka tidak mengetahui keberadaan dakwah LDII sebenarnya. "Sejak 2009 lalu, LDII sudah berubah paradigma khususnya dalam berdakwah, terlebih sebagai ormas Islam yang dapat merangkul semua kalangan. LDII kini tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran yang bersifat tertutup.
Masih menurut Bahrudin, pihaknya tidak menganggap umat Islam di luar LDII sebagai kafir atau najis sehingga masjid LDII terbuka untuk umum. Selain itu, pihaknya pun bersama ormas Islam lainnya mengikuti landasan Al
-Quran dan Hadis. Terlebih lagi, ada istilah masjid LDII karena semua masjid rumah Allah yang harus dimakmurkan.[7]
2.      Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyatakan bahwa organisasi tersebut bukan termasuk aliran sesat. Sebab LDII telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai organisasi penganut paradigma baru yang tertuang dalam kebijakan dan program-programnya termasuk membina serta meluruskan orang-orang yang masih punya paham Islam Jamaah. Sekretaris LDII Provinsi Jateng, H M AS Tri Wardoyo SE menyampaikan bahwa LDII secara tegas tidak pernah meneruskan apalagi mengajarkan ajaran Islam Jamaah. Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Keputusan Komisi Fatwa MUI No 03/Kep/KF-MUI/IX/2006 tentang LDII pada 4 September 2006 disebutkan, lembaga tidak menggunakan ataupun menganut sistem keamiran. LDII juga tidak menganggap umat muslim di luar kelompok mereka sebagai kafir atau najis, dan bersedia bersama dengan ormas-ormas lainnya mengikuti landasan berpikir keagamaan sebagaimana yag ditetapkan MUI.
Sebagai salah satu usahanya, sesuai saran MUI, LDII telah melakukan Rakernas pada Maret 2007 di Jakarta guna menyamakan persepsi. Salah satu hasil Raernas menyebutkan bahwa arah dan strategi LDII adalah menuju organisasi yang terakreditasi sebagai organisasi pembelajar. [8]

  IV.       KESIMPULAN
Lembaga dakwah Islam Indonesia ini adalah nama baru sebuah aliran sesat terbesar di Indonesia, yang selama ini sudah berganti nama  karena sering dilarang oleh pemerintah Indonesia. Pendirinya adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa), pada awalnya bernama Darul Hadits pada tahun 1951. Akan tetapi, karena ajaran aliran ini meresahkan masyarakat darul hadist sempat berganti nama menjadi Islam Jama’ah, LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Indonesia) dan kini berubah lagi menjadi LDII.
Banyak dari ajaran LDII yang menyesatkan dan dapat mengganggu aqidah umat islam, seperti menganggap Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati jahiliyyah (mati kafir), Kalau ada orang di luar kelompok mereka melakukan shalat di masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis,dan masih banyak lagi.











DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Jaiz, Hartono, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002
Ahmad Ridla, Shalih, Perkenalan Dengan Inkar Sunnah, Jakarta: Gema Insani Press, 1991
Arifin, Syamsul, Studi Agama Perspektif  Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, Malang: Umm Press, 2009
Aziz, Abdul, dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989
Djalaluddin, M. Amin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, Jakarta: LPPI, 2002
M. Nuh, Nuhrison,  Aliran/Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, Jakarta: CV. Prasasti, 2009
Su’ud, Abu, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Mausia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997
http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/06/nasa.html diakses pada Rabu, 12 Juni 2013 pukul 11.32 WIB



[1] Syamsul Arifin, Studi Agama Perspektif  Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, (Malang: Umm Press, 2009), hlm. 181
[2] Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), Cet. I, hlm. 22-24
[3] Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, hlm. 29-30
[4] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), Cet. IV, hlm. 73
[5] Abu Su’ud, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Mausia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. I, hlm. 263
[6] M. Amin Djalaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, (Jakarta: LPPI, 2002), hlm. 26-28
[8] http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/06/nasa.html diakses pada Rabu, 12 Juni 2013 pukul 11.32 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar