TAKHRIJUL
HADITS
MAKALAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Naqd
al-Hadits
Dosen Pengampu: prof.
Dr. H. M. Erfan Soebahar, M. Ag.
Di susun oleh:
M. Azhar Farih (103111062)
Ikfina Kamalia R (103111117)
Latifatus Syifa
(103111121)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
TAKHRIJUL
HADITS
I.
PENDAHULUAN
Seringkali
kita jumpai istilah”kembali kepada Al- qur’an” dari kalangan ulama, para Da’i,
lembaga fatwa keagamaan dan umumnya umat Islam sehingga banhyak ungkapan mereka
baik secara lisan maupun tertulis dalam karya-karyanya yang dianggap ”kurang”
bila tanpa mencantumkan ayat Al-Qur’an atau Hadits Nabi SAW.
Tak
jarang mereka mengungkapkan Nash al-qur’an atau hadits tersebut tanpa dibubuhi
keterangan surat dan ayat, namun untuk kasus ini, mudah diatasi, terlebih Al-Quran
hanya satu versi dan penomoran suratnya telah baku dengan lafal yang sama
persis. Lain halnya dengan pencantuman hadits Nabi yang tidak disertai sanad,
demikian pula kualitasnya bahkan tak jarang dipenuhi juga statement yang
disandarkan kepada Nabi SAW. Begitu saja tanpa diketahui apakah itu hadits atau
bukan.
Berdasarkan hal inilah sangat
urgen melakukan penelusuran sebuah statement yang diatasnamakan hadits Nabi SAW,
kepada sumber- sumber rujukan(kitab himpunan hadits Nabi SAW) dan selanjutnya
untuk diketahui kualitasnya. Proses inilah yang kemudian dikenal dengan Takhrij
al- Hadits.[1]
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Pengertian Takhrijul Hadits?
B.
Apa Sajakah Macam-macam Metode
Takhrij?
C.
Bagaimanakah Aplikasi Takhrij
dalam Penelitian Hadits Nabi?
III. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Takhrijul Hadits
Dr. Mahmud
at-Tahnan menjelaskan bahwa kata at-takhrij menurut pengertian asal
bahasanya adalah “Berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang
satu”. Jika dilihat dari segi bahasa kata “takhrij al- hadis” terdiri
dari dua kata, yakni kata takhrij dan al- hadis.Takhrij adalah
merupakan asal dari bahasa arab fi’il madhi “kharaja” yang artinya keluar, dan
dari fi’il mudhori’ dari kata “yakhriju”. Takhrij merupakan tashrif ishtilahi
dari kata “yakhriju”, yakni “takhriju” yang artinya mengeluarkan. jadi takhrij
al- hadis artinya mengeluarkan hadis.
Menurut
istilah yang biasa dipakai oleh ulama hadits, kata at-takhrij mempunyai
beberapa arti, yakni:
1.
Mengemukakan hadits kepada orang
banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan
hadits itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2.
Ulama hadits mengemukakan berbagai
hadits yang telah dikemukakan oleh para guru hadits, atau berbagai kitab, atau
lainnya, yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para
gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya
dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3.
Menunjukkan asal usul hadits dan
mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadits yang disusun oleh
para mukharrij-nya langsung (yakni para peiwayat yang juga sebagai
penghimpun bagi hadits yang mereka riwayatkan).
4.
Mengemukakan hadits berdasarkan
sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab-kitab hadits yang didalamnya
disertakan metode periwayatannya dan sanad-nya masing-masing, serta diterangkan
keadaan para periwayatnya dan kualitas haditsnya.
5.
Menunjukkan atau mengemukakan letak
asal hadits pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya
dikemukakan hadits itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing. Kemudian
untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.[2]
Sehingga,
pengertian takhrij al-Hadits dalam penelitian adalah menunjukkan atau
mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli, yaitu pada berbagai
kitab yang disitu dikemukakan hadits dengan sanadnya masing-masing.
Dari definisi tersebut di atas, secara
umum takhrij al-hadits bertujuan untuk menunjukkan sumber
hadits-hadits sekaligus menerangkan hadits tersebut dari aspek diterima atau ditolaknya.[3]
B.
Macam-macam Metode Takhrij
Dalam
buku Cara Praktis Mencari Hadits dikemukakan bahwa metode takhrij ada
dua macam, yaitu:
1.
Metode Takhrijul-Hadits bil
Lafz (Penulusuran hadis melalui lafal)
Adakalanya
hadits yang akan diteliti hanya diketahui sebagian saja dari matn-nya. Bila
demikian, maka takhrij melalui penelusuran lafal matn lebih mudah
dilakuakan.
Untuk
kepentingan takhrijul-hadits berdasarkan lafal tersebut, selain
diperlukan kitab kamus hadits, juga diperlukan kitab-kitab yang menjadi rujukan
dari kitab kamus itu. Kitab kamus hadits yang termasuk agak lengkap untuk
kepentingan kegiatan ini adalah kitab susunan Dr. Wensinck dan kawan-kawan yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad ‘Abdul-Baqi dengan
judul:
المعجم المفهرس لألفاظ الحديث النبوي
Kitab-kitab
hadits yang menjadi rujukan kamus hadits tersebut ada Sembilan buah, yakni Sahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan at-Turmuzi, Sunan an-Nasa’I,
Sunan Ibni Majah, Sunan ad-Darimi, Muatta’ Malik, dan Musnad Ahmad bin
Hambal. Untuk hadits yang termuat di luar kesembilan kitab tersebut, perlu
digunakan kamus lainnya yang merujuk kepada kitab yang bersangkutan.
Setelah
kegiatan takhrij dilakukan, mungkin belum semua riwayat telah dicakup.
Untuk itu, hadits yang telah di-takhrij tadi, lafalnya yang lain perlu
dicoba dipakai untuk men-takhrij lagi, Dengan demikian, akan dapat
diketahui semua riwayat berkenaan dengan hadits yang ditelusuru tadi.
Adakalanya,
semua lafal dalam matn hadits telah dipakai sebagai acuan untuk
melakukan kegiatan takhrij, tetapi hasilnya masih perlu dipakai kitab
kamus hadits lainnya yang mungkin dapat melengkapinya.
2. Metode takhrijul-hadits bil maudu’ (penelusuran hadis melalui topik
masalah)
Mungkin
saja , hadits yang akan diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matn
hadis, tapi berdasarkan topik masalah. Misalnya, topik masalah yang akan
diteliti adalah tentang kawin kontrak atau nikah mut’ah. Untuk menelusurinya,
diperlukan bantuan kitab kamus yang dapat memberikan keterangan tentang
berbagai riwayat hadis tentang topik tersebut.
Sesungguhnya
cukup banyak kitab yang menghimpun berbagai hadis berkenaan dengan topik
masalah. Hanya saja, pada umumnya kiab-kitab tersebut tidak menyebutkan data
kitab sumber pengambilannya secara lengkap. Dengan demikian, bila hadis-hadis
yang bersangkutan akan diteliti, masih diperlukan penelusuran tersendiri.
Untuk
saat ini kitab kamus yang disusun berdasarkan topik masalah yang relative agak
lengkap adalah ktab susunan Dr. A. J. Wensinck dkk, yang berjudul : مفتاح كنوز السنة
Kitab-kitab
yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut ada 14 macam kitab, yakni kesembilan
macam kitab yang menjadi rujukanالمعجم sebagaimana telah dikemukakan diatas ditambah lagi dengan musnad zaid
bin ali, musnad abi daud at tayalis., tabahad ibn sa’ad, sirah ibn hisyam,
dan magazi al-waqidi.
Data
yang dimuat dalam kitab miftah tesebut memang sering tidak lengkap,
begitu pula topik yang dikemukakan. Walaupun begitu, kitab kamus tersebut cukup
membantu untuk melakukan kegiatan takhrjil hadis berdasarkan masalah.
Untuk
melengkapi data yang dikemukakan oleh kitab kamus itu, dapat dipakai sejumlah
kitab himpunan hadis yang disusun berdasarkan topik masalah misalnya muntakhab
kanzilummal susunan ali bin hisam ad-din al mutqi yang kitab rujukannnya lebih dari dua puluh
macam kitab.[4]
C.
Aplikasi Takhrij dalam
Penelitian Hadits Nabi
1.
Cara mencari hadits lewat
kamus hadits berdasarkan petunjuk lafal hadits (Takhrijul Hadits bil-Alfaz)
a.
Lewat kamus hadits untuk satu
kitab hadits
Contoh
penggunaan:
Umpama
saja, penggalan matan hadits yang dingat adalah:
اِذَا
سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ...
Bagaimana bunyi lengkap
matan hadits tersebut, Siapa nama sahabat Nabi yang meriwayatkannya, tercantum
di bagian mana dari kitab Shahih Bukhari?
Setelah
kamus ditelusuri, ternyata penggalan matan hadits tersebut tercantum di juz I,
halaman 38. Penelusuran dilakukan pada huruf awal hamzah atau alif. Kutipan
kamus dimaksud sebagai berikut:
اِذَا
سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْامِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِنُ
|
راوى
|
كتاب
|
باب
|
أَبُوْسَعِيْدِالْخُدْرِيِّ
|
اَلْأَذَانُ
|
ماَ
يَقُوْلُ اِذَا سَمِعَ أَىْ الْمُنَادِىْ
|
Dari
data itu dapat diperoleh penjelasan tentang lafal lengkap dari matan hadits
yang dicari. Matan hadits tersebut termuat dalam hadits Shahih al-Bukhari, kitab:
مَا
يَقُوْلُ اِذَا سَمِعَ اَيْ اَلْمُنَادِى :,
bab اَلْأَذَانُ
Sahabat
Nabi periwayat hadits dimaksudkan adalah Abu Sa’id al-Khudri.
Apabila
letak matan hadits tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut dalam Shahih
Bukhari, maka dengan pertolongan data kitab dan bab tersebut akan mudah
diketahui letak matan yang bersangkutan, lengkap dengan sanad-nya. Untuk kitab Shahih Bukhari terbitan
Darul Fikr, Beirut, misalnya matan hadits yang dimaksud termuat dalam juz I,
halaman 115.
Untuk
mempercepat pencarian matan dan sanad hadits dalam Shahih al-Bukhari dengan data kamus di atas, maka dapat
dilihat nomor urut kitab Shahih
al-Bukhari dalam bab IV, sub-bab B
tulisan ini, yakni susunan berdasarkan abjad huruf awal. Dalam sub-bab B itu,
mudah diketahui urutan nomor kitabnya (dalam bab ini, kitab terletak pada
urutan huruf hamzah dan mempunyai nomor urut kitab:10). Cocokkan
nomor urut kitab 10 itu pada susunan kitab Shahih al-Bukhari pada
sub-bab A). Sesudah itu, carilah matan dan sanad hadits itu dalam Shahih Bukhari pada kitab nomor urut 10.[5]
b.
Lewat kamus hadits untuk beberapa
kitab hadits
1.
al-Jami’us Shaghir (untuk lebih dari dua puluh delapan kitab hadits dan bukan kitab
hadits).
2.
Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz
al-Hadits an-Nabawi (untuk sembilan kitab hadits).
Contoh
penggunaan:
Brikut ini adalah salah
satu contoh takhrij, yang dalam hal ini adalah takhrij hadits
Nabi saw. Tentang keharusan memulai ibadah puasa Ramadhan dan mengakhirinya
dengan melihat hilal. Di antara hadits yang menunjukkan adanya ketentuan untuk
melihat hilal dalam rangka memulai dan mengakhiri ibadah puasa Ramadhan adalah
hadits yang diriayatkan oleh Malik. Secara khusus, contoh berikut ini akan
meneliti hadits Mallik tersebut, yang berbunyi:
عَنْ
مَا لِكِ عَنْ نَافِعِ وَعَبْدِ اللهِ ابْنِ دِيْنَارِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَا لَ: لَاتَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَاى الْهِلاَلِ
وَلَاتَفْطِرُوْا تَرَوَّهُ, فَإِنَّ عَلَيْكُمْ فَاقَدِّرُوْا قَدَرَلَهُ
Dari Malik, dari
Nafi dan ‘Abdullah ibn Dinar, dari ibn Umar, bahwsanya Rasulullah saw.
Bersabda, “Janganlah kamu berpuasa (puasa Ramadhan) sehingga kamu melihat
hilal, dan jangan pula kamu berbuka (ber’idul fitri) sehingga kamu melihatnya.
Jika hilal tersebut tertutup dari pandanganmu, maka tentukanlah ukurannya
(bilangannya).
Hadits
di atas, yang membicarakan tentang keharusan melihat hilal untuk memulai dan
mengakhiri ibadah puasa Ramadhan diriwayatkan oleh Malik dari dua orang
gurunya, yaitu Nafi’ dan ‘Abdullah ibn Dinar, dari ‘Abdullah ibn Umar.
Ketika
ditelusuri lafal hadits tersebut berdasarkan awal kosa katanya dengan menggunakan kitab Mu’jam Jami’
al-Ushul fi Ahadits bi’al-lafadz (berdasarkan kata-kata pada matan hadits), dengan mempergunakan kitab al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi, dengan menelusuri kosa kata shawana,
ditemukan enam riwayat hadits, yaitu dengan tambahan riwayat Ahmad atas
kelima riwayat yang terdapat pada Jami’ al-Ushul. Keenam riwayat
tersebut terdapat pada:
a.
Kitab Al-Muwaththa’ Imam Malik,
halaman 177: hadits nomor 633, 634.
b.
Kitab Shahih al-Bukhari,
juz 3, halaman 62-63: hadits nomor 16-17.
c.
Kitab Shahih Muslim, juz 3,
halaman 133: hadits nomor 3.
d.
Kitab Shahih Muslim, juz 6,
halaman 435-436: hadits nomor 2302.
e.
Kitab Sunan al-Nasa’i, juz
6, halaman 108: hadits nomor 2.
f.
Kitab Musnad Imam Ahmad ibn
Hanbal, juz 2, halaman 337: hadits
nomor 5294.[6]
2.
Cara mencari hadits lewat
kamus hadits berdasarkan topik masalah (Takhrijul Hadits bil-Maudu’)
Pencarian
matan hadits berdasarkan topik masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara
membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadits, namun berbagai kitab itu
bisanya tidak menunjukkan teks hadits menurut para periwayatnya masing-masing.
Padahal untuk memahami topik tertentu tentang petunjuk hadits, diperlukan
pengkajian terhadap teks-teks hadits menurut periwayatnya masing-masing. Dengan
bantuan kamus hadits tertentu, pengkajian teks dan konteks hadits menurut
riwayat dari berbagai riwayat akan mudah dilakukan. Salah satu kamus hadits itu
ialah:
مِفْتَاحُ
كُنُوْزِالسُّنَّةِ
(Untuk
Empatbelas Kitab Hadits dan Kitab Tarikh Nabi)
Kitab
tersebut merupakan kamus hadits yang disusun berdasarkan topik masalah.
Pengarang asli kamus kitab hadits ini adalah Dr. A. J. Wensinck (w. 1939 M),
seorang orientalis yang besar jasanya dalam dunia perkamusan hadits.[7]
Dalam
kamus, nama dan beberapa hal yang berhubungan dengan kitab-kitab tersebut
dikemukakan dalam bentuk lambang. Berikut ini dikemukakan maksud berbagai
lambang yang dipakai dalam kamus hadits Miftah Kunuzis-Sunnah dimaksud
menurut urutan abjad.
أول = juz pertama
ب =
bab
بخ = Shahih
Bukhari
بد =
Sunan Abi Daud
تر = Sunan
at-Turmudzi
ثالث =
juz ketiga
ثان =
juz kedua
ج =
juz
ح =
hadits
حم = Musnad
Ahmad
خامس = juz
kelima
رابع =
juz keempat
ز = Musnad
Zaid bin ‘Ali
سادس = juz
keenam
ص =
halaman (Safhah)
ط = Musnad
Abi Daud at-Tayalisi
عد = Tabaqat
Ibni Sa’ad
ق =
bagian kitab (qismul-kitab)
قا =
konfirmasikan data yang sebelumnya dengan data yang sesudahnya
قد =
Magazi al-Waqidi
ك =
kitab (dalam arti bagian)
ما =
Muatta’ Malik
مج = Sunan
Ibni Majah
مس = Shahih
Muslim
م م م =
hadits terulang beberapa kali
مي = Sunan
ad-Darimi
نس = Sunan
an-Nasa’i
هش = Sirah Ibni Hisyam
Angka
kecil yang berada di sebelah kiri bagian atas dari angka yang umum= hadits yang
bersangkutan termuat sebanyak angka kecil itu pada halaman atau bab yang
angkanya ddiserttai dengan angka kecil tersebut.
Setiap
halaman kamus terbagi ke dalam tiga kolom. Setiap kolom memuat topik, setiap
topik biasanya mengandung beberapa subtopik, dan pada setiap subtopik
dikemukakan data kitab yang memuat hdits yang bersangkutan.
Contoh
penggunaan:
Umpamanya,
berbagai hadits yang dicari adalah yang memberi petunjuk tentang pemenuhan
nazar. Dengan demikian, topik yang dicari dalam kamus adalah topik tentang
nazar.
Dalam kamus
(Miftah Kanuzis-Sunnah) terbitan Lohor (Pakistan), topik nazar termuat
di halaman 497, kolom ketiga. Topik tersebut mengandung empat belas sub-topik.
Sub-topik yang dicari berada pada urutan keduabelas, di halaman 498, kolom
ketiga. Data yang tercantum dalam sub-topik tersebut adalah sebagai berikut:
اَلْأَمْرُ
بِالْوَفَاءِ بِالنَّذْ رِ :
بد = ك ٢١ ب ٢٢
مج
= ك ١١ ب ١٨
مي = ك ١٤ ب ١
ما = ك ٢٢ ح ٣
حم = ثان ص ١٥٩, ثالث ص ٤١٩, سادس ٢٦٦
Untuk memahami maksud
lambang-lambang di atas, maka dapat diketahui bahwa maksud data di atas adalah:
1.
Sunan Abu Daud, nomor urut kitab
(dalam arti bagian): 21: nomor urut bab: 22
2.
Sunan Ibni Majah, nomor urut kitab
(dalam arti bagian): 11: nomor urut bab: 18
3.
Sunan ad-Darini, nomor urut kitab
(dalam arti bagian): 14: nomor urut bab: 1
4.
Muatta’ Malik, nomor urut kitab
(dalam arti bagian): 22 nomor urut hadits: 3
5.
Musnad Ahmad, juz II, halaman 159,
juz III, halaman 419, dan juz VI, halaman 266 (dalam halaman itu , hadits
dimaksud dimuat dua kali).
Setelah data diperoleh, maka hadits yang dicari, yakni dalam hal ini
hadits yang membahas pemenuhan nazar, diperiksa pada kelima kitab hadits di
atas. Judul-judul kitab yang ditunjuk dalam data hadits dapat diperiksa pada
daftar nama kitab (dalam arti bagian) yang termuat pada Bab IV tulisan ini
untuk masing-masing kitab hadits yang bersangkutan. [8]
IV. KESIMPULAN
At-takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan
letak asal hadits pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di
dalamnya dikemukakan hadits itu secara lengkapdengan sanadnya masing-masing.
Kemudian untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadits yang
bersangkutan.
secara umum takhrij al-hadits
bertujuan untuk menunjukkan sumber hadits-hadits sekaligus menerangkan hadits
tersebut dari aspek diterima atau
ditolaknya.
Adapun metode dalam melakukan takhrij ada dua
macam, yakni Metode Takhrijul-Hadits bil Lafz (Penulusuran hadts melalui
lafal) dan Metode takhrijul-hadis bil maudu’ (penelusuran hadis melalui topik
masalah). Untuk metode Takhrijul-Hadits bil Lafz menggunakan kitab al-Jami’us
Shaghir dan Al-Mu’jam al-Mufahras
li Alfaz al-Hadits an-Nabawi. Sedangkan untuk metode takhrijul-hadis bil
maudu’ menggunakan kitab Miftahu Kunuzis Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Ulama’i, Ahmad Hasan Asy’ari, Melacak Hadits Nabi SAW:
Cara Cepat Mencari Hadits dari Manual Hingga Digital, (Semarang: Rasail,
2006).
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1992).
Ismail, M. Syuhudi, Cara Praktis Mencari Hadits, (Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1991).
Sahrani, Sohari Ulumul
Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010).
[1] Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i, Melacak Hadits Nabi SAW: Cara Cepat
Mencari Hadits dari Manual Hingga Digital, (Semarang: Rasail, 2006), hlm. 3
[2] Dr. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1992), hlm. 41-42
[3] Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i, Melacak Hadits Nabi SAW: Cara Cepat
Mencari Hadits dari Manual Hingga Digital, hlm. 4
[4] Dr. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, hlm.
45
[5] Dr. M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadits, (Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1991), hlm. 21-23
[6] Drs. Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010), hlm. 203-204
[7] Dr. M. Syuhudi Ismai, Cara Praktis Mencari Hadits, hlm. 62-63
[8] Dr. M. Syuhudi Ismai, Cara Praktis Mencari Hadits, hlm. 66-67